• News

Masyarakat Diminta Tidak Terbuai Hoaks Vaksin Covid-19

Asrul | Minggu, 20/12/2020 22:13 WIB
Masyarakat Diminta Tidak Terbuai Hoaks Vaksin Covid-19 Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dr. Julitasari Sundoro (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, katakini.com - Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dr. Julitasari Sundoro mengimbau masyarakat menolak berbagai hoaks dan mitos yang beredar seputar vaksin Covid-19.

Salah satu di antaranya mitos yang mengklaim bahwa jika kuman disuntikkan kepada anak dengan daya tahan tubuh menurun, maka kuman akan menjadi aktif bahkan menginfeksi tubuh penerima (resipien).

"Ini adalah hal-hal yang keliru, misleading (menyesatkan, Red). Sebenarnya, vaksin yang akan kita pakai itu sudah inactive," kata Julitasari dalam talkshow bertajuk `Tolak dan Tangkal Hoax` yang digelar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), pada Senin (7/12/2020).

Klaim lain juga menyebutkan bahwa penanganan Covid-19 tidak perlu vaksin, lantaran hanya menghambur-hamburkan anggaran. Dikatakan, uang lebih baik digunakan untuk pengadaan tes usap (PCR).

Faktanya, lanjut Julitasari, PCR dibutuhkan untuk skrining kasus baru. Sedangkan vaksin untuk pencegahan.

Julitasari juga menyayangkan hoaks uji klinis yang digelar di Bandung, Jawa Barat bersifat ecek-ecek sebab jumlah sampelnya hanya 1.620 orang. Padahal, uji klinis dilakukan secara multisenter di beberapa negara dengan jumlah total 30.490 orang.

"Sebuah berita televisi 3 Desember 2020 menyebutkan ada pasien mengeluhkan pascaimunisasi di Tulangbawang. Padahal, vaksin baru tiba tadi malam (6/12)," terang dia.

Karenanya, Julitasari meminta masyarakat tidak mudah terpancing isu hoaks seputar vaksin. Dia mengajak masyarakat mendapatkan informasi yang tepat melalui sumber terpercaya dan kredibel.

"Bagi masyarakat menengah ke bawah mudah mempercayai (hoaks) apalagi kalau berita disampaikan oleh tokoh pemuka," sambung dia.

Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, mengatakan dalam beberapa kasus hoaks Covid-19 justru disebarkan oleh oknum yang berprofesi sebagai dokter atau menjabat sebagai profesor.

Kondisi ini terlihat di media sosial yang melahirkan kelompok-kelompok baru yang gemar menyebarkan hoaks Covid-19.

"Mereka yang sudah percaya hoaks Covid-19 sangat mungkin percaya hoaks vaksin Covid-19. Risikonya adalah mereka yang termakan hoaks vaksin Covid-19 bisa jadi enggan atau menolak program vaksinasi," tutur dia.

Hoaks perihal vaksin Covid-19 itu misalnya hoaks adanya warga Korea Selatan yang meninggal dunia seusai vaksinasi, atau vaksin Covid-19 menyebabkan kemandulan. Ada juga tudingan menyebutkan MUI melarang penggunaan vaksin yang didatangkan dari Tiongkok. Padahal, MUI tidak pernah menyampaikan pernyataan itu.

Mafindo mengidentifikasi ada dua kelompok yang cenderung percaya hoaks vaksin Covid-19. Kelompok pertama, kelompok yang secara tradisional antivaksin karena alasan keyakinan atau antisains modern.

Kelompok berikutnya yakni kelompok bukan antivaksin namun masuk ke dalam kelompok yang terpapar dan lebih percaya hoaks Covid-19. Kelompok terakhir inilah yang berpotensi menolak vaksin lantaran terlanjur termakan hoaks.

"Kami khawatir kelompok ini yang besar. Dan kelompok ini yang perlu kita perjuangkan bisa kita yakinkan bahwa isu-isu itu adalah hoaks dan percayalah pada pendapat pakar yang kemudian diadopsi pemerintah," kata Septiaji.

Dalam setiap narasi hoaks, ada beberapa kata-kata pemicu yang kerap disampaikan yakni tidak halal, berbahaya bagi kesehatan, rekayasa elite global, settingan tiongkok dan narasi politis. Poin-poin ini menurut dia perlu disikapi secara serius oleh pemerintah.

"Kami punya pengalaman saat melawan hoaks Covid-19 beberapa trigger words ini muncul. Cuma kadang-kadang kami melihat responsnya belum cukup. Jadi masyarakat lebih percaya hoaks ketimbang klarifikasi yang diedarkan (pemerintah)," tutup dia

FOLLOW US