• Kesra

Terjadi Tren Kekerasan Rumah Tangga di Masa Karantina Mandiri

Ananda Nurrahman | Sabtu, 18/04/2020 18:29 WIB
Terjadi Tren Kekerasan Rumah Tangga di Masa Karantina Mandiri Penyemprotan disinfektan rumah warga (Foto : Yusuf/Warga)

Katakini.com - Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat covid-19, dengan tingkat kematian (Case Fatality Rate/CFR) mencapai 8,7%. Hingga hari ini tercatat 5.923 kasus terinfeksi dengan 520 orang meninggal dan 607 orang lainnya dinyatakan sembuh.

Pandemi global ini, juga menyoroti dan memperbesar ketidaksetaraan serta berbagai bentuk diskriminasi yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan. Bahkan melampaui krisis kesehatan global dan telah berubah menjadi krisis pasar tenaga kerja, krisis sosial dan ekonomi.

Fakta mengerikan yang harus dihadapi pada masa karantina mandiri saat ini adalah adanya tren peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak yang terjadi secara global.

Situasi tersebut disampaikan dalam kegiatan INFID webinar series pertama yang diselenggarakan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID).

Dian Kartikasari selaku Ketua Dewan Pengurus INFID dan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) 2009-2020 menyatakan bahwa masa isolasi mandiri sangat berpotensi menciptakan peluang konflik dalam rumah tangga.

Menurut Dian, pada kondisi normal, kegiatan keluarga lebih banyak dilakukan di luar rumah, sehingga memperkecil tingkat interaksi dan konflik dalam rumah tangga.

Dian menyampaikan, asesmen yang dilakukan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) di 111 komunitas menemukan, adanya 86 kasus kekerasan yang terjadi. “Jumlah ini bisa jauh lebih besar karena fenomena kekerasan dalam rumah tangga seperti gunung es yang hanya tampak kecil di permukaan,” ujarnya dalam siaran persnya.

“Kasus kekerasan yang dialami perempuan saat ini sangat beragam mulai dari kekerasan fisik, psikis dan seksual. Salah satu kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan kepala keluarga di masa pandemi ini adalah percobaan perkosaan saat berlangsung penyemprotan desinfektan,” ujar Dian.

Dikatakan Dian lagi, perempuan kepala keluarga sudah seharusnya mendapat perhatian lebih di masa pembatasan sosial. “Usaha promotif dengan memaknai pembatasan sosial sebagai hal yang positif, usaha preventif, responsif dan rehabilitatif menjadi penting dalam memperbaiki keadaan”, tuturnya.  

Sementara Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan mengatakan, sebelum terjadi pandemi, sepanjang 2019 terdapat 75,4% atau 11.105 kasus kekerasan di ranah privat dari jumlah total 14.719 kasus kekerasan terhadap perempuan.

“Pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah telah berimbas pada terbatasnya layanan seperti penutupan Rumah Singgah maupun Rumah Aman, yang menyebabkan korban tidak tahu harus berlindung ke mana,” ujar Siti Aminah.

Selama masa pandemi, menurut Siti,  pendampingan terhadap korban kekerasan terus dilakukan oleh Komnas Perempuan secara online. Laporan kekerasan terhadap perempuan akan ditindaklanjuti berdasarkan kebutuhan korban.

Siti Aminah meminta pemerintah untuk tetap memastikan akses layanan inklusif dalam pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan. “Penyebaran informasi berperspektif gender juga diperlukan untuk memastikan adanya pembagian kerja setara antara laki-laki dan perempuan di ranah domestik, khususnya selama masa pembatasan sosial,” ujarnya.

FOLLOW US