Jakarta, Katakini.com - Operator telekomunikasi diingatkan untuk segera beradaptasi dengan transformasi organisasi dan digital agar lebih lincah menghadapi gempuran disrupsi teknologi.
Penyederhanaan organisasi perusahaan yang bertumpu pada keterbukaan terhadap budaya dan inovasi digital wajib dilakukan, demi menjamin layanan yang prima dan kepuasan pelanggan.
"Disrupsi teknologi bisa mengancam keberlangsungan operator
telekomunikasi. Bisnis legacy seperti voice dan SMS tidak lagi bisa diandalkan dan mulai tergantikan oleh layanan teknologi digital baru over-the-top (OTT) seperti WhasApp, Line, dan lainnya," ujar Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, di acara seminar "Disrupsi Telekomunikasi: Beradaptasi atau Tenggelam" yang diselenggarakan oleh ICT Institute, di Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Disrupsi teknologi juga telah mengubah banyak hal, mulai dari bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, hingga perubahan organisasi perusahaan.
Karenanya, diperlukan visi dan kepemimpinan, inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi organisasi agar perusahaan dapat sustain di tengah gempuran
disrupsi teknologi, termasuk pada perusahaan-perusahaan
telekomunikasi.
Dari kajian yang dilakukan ICT Institute, para penyelenggara
telekomunikasi perlu terus bergerak menghadapi dan melakukan transformasi digital yang bergerak cepat ini, meskipun telah memiliki visi, misi dan strategi dengan caranya masing-masing.
"Disrupsi tidak bisa dihindari dan harus dihadapi operator
telekomunikasi. Supaya tetap bertahan dan bertumbuh, operator
telekomunikasi perlu melakukan transformasi yang bertumpu pada tiga aspek, yaitu merumuskan kembali visi dan kepemimpinan, inovasi dan adopsi teknologi baru, serta transformasi organisasi dan budaya digital,” ujar Heru Sutadi.
Menurut Heru, disrupsi mendorong semakin tingginya adopsi digital di seluruh segmen pelanggan. Disrupsi dapat menjadi ancaman yang cukup berat, namun juga membuka peluang bagi operator
telekomunikasi untuk mempercepat transformasinya yang berfokus pada penyediaan layanan digital, bagi konsumen dan pelaku bisnis. Namun transformasi tersebut sangat bergantung pada kemampuan operator
telekomunikasi dalam merespon perubahan.
"Perusahaan
telekomunikasi harus lebih fokus menyediakan layanan-layanan yang simpel dan mudah digunakan memanfaatkan teknologi digital,” tegas Heru Sutadi.
Sementara itu, diungkapkan pengamat
telekomunikasi Nonot Harsono, transformasi digital bagi operator
telekomunikasi lebih dari sekadar menjalankan bisnis dengan teknologi digital, karena memerlukan adaptasi proses, sistem, dan budaya organisasi. Operator
telekomunikasi perlu melakukan transformasi bisnis inti agar menjadi trusted-partner dalam ekosistem digital.
"Transformasi operator
telekomunikasi harus dimulai dengan perubahan mindset, transformasi dari layanan konvensional menjadi solusi digital, serta efisiensi organisasi yang berfokus menjawab kebutuhan pelanggan secara spesifik, dan bertindak secara lebih cepat,” kata Nonot.