Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid atau HNW saat memberikan sambutan pada kegiatan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LKM) bertema Menciptakan Kepemimpinan yang Berintegritas serta Inovatif Guna Membentuk Pemimpin yang Revolusioner (Foto: Humas MPR)
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HWN) mengatakan kesadaran kepemimpinan di kalangan generasi muda, khususnya Generasi Z, harus dibangun kembali.
Menurut HNW, langkah itu penting dilakukan agar Generasi Z tidak terjebak dalam framing negatif yang kerap dilekatkan kepada mereka sebagai generasi apatis, antisosial, dan enggan terlibat dalam proses perubahan.
Hal tersebut disampaikan HNW saat memberikan sambutan pada kegiatan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LKM) dengan tema “Menciptakan Kepemimpinan yang Berintegritas serta Inovatif Guna Membentuk Pemimpin yang Revolusioner” yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta (BEM FAI UMJ) di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan UMJ.
“Tema kegiatan ini sangat menantang, karena hari ini ada framing global yang menyebut Generasi Z sebagai generasi yang maunya serba instan, tidak mau capek, tidak mau terlibat, bahkan dianggap apatis dan anti terhadap sejarah,” kata HNW dalam keterangan resmi, Senin (29/12).
Menurut dia, framing semacam itu jika dibiarkan justru berbahaya karena dapat mematikan semangat kepemimpinan generasi muda. Padahal, sejarah bangsa Indonesia justru menunjukkan bahwa perubahan besar selalu lahir dari peran aktif kaum muda.
“Kalau framing ini dibiarkan, maka apatisme akan semakin merusak. Padahal, bangsa ini berdiri karena peran pemuda yang berpikir, berani, dan berjuang,” ujarnya.
HNW menegaskan bahwa mahasiswa, khususnya yang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Jakarta, sejatinya berada di lingkungan yang sangat kuat nilai sejarah, intelektualitas, dan perjuangannya. Muhammadiyah, menurutnya, merupakan organisasi yang sejak awal menanamkan nilai kepedulian terhadap sejarah, pengabdian sosial, kerja keras, serta orientasi masa depan.
“Dari namanya saja, Universitas Muhammadiyah Jakarta, itu sudah menunjukkan orientasi dan arah perjuangan. Muhammadiyah mengajarkan bahwa kemajuan hanya bisa dicapai melalui ilmu, integritas, dan kepedulian terhadap umat dan bangsa,” ujar dia.
Ia mengingatkan agar mahasiswa tidak melupakan sejarah bangsa, termasuk peran besar pemuda Muslim dalam perjalanan bangsa Indonesia. Salah satu tonggak penting, kata dia, adalah Kongres Pemuda II tahun 1928, di mana pemuda Muslim melalui Jong Islamieten Bond ikut mengambil peran besar dalam perumusan identitas kebangsaan Indonesia.
“Karena itu saya sering mengingatkan bukan hanya ‘jas merah’, jangan sekali-kali melupakan sejarah, tetapi juga ‘jas hijau’, jangan sekali-kali menghilangkan jasa ulama, umat, dan umara,” katanya.
HNW menekankan bahwa kepemimpinan sejati tidak lahir secara instan. Ada pemimpin yang lahir karena faktor alamiah, tetapi ada pula kepemimpinan yang dibentuk melalui proses panjang, pendidikan, dan pengalaman.
Ia mencontohkan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, yang menurutnya merupakan sosok pemimpin yang lahir dari kombinasi antara bakat, keteladanan keluarga, dan proses pembelajaran yang panjang, termasuk menimba ilmu hingga ke Mekkah serta berinteraksi dengan tokoh-tokoh besar Islam seperti KH Hasyim Asy’ari dan Haji Agus Salim.
“Kepemimpinan tidak pernah lahir dari ruang kosong. Ia selalu lahir dari proses sejarah, dari pembelajaran, dan dari keberanian menghadapi tantangan,” ujarnya.
Dalam konteks kepemimpinan Islam, Hidayat juga menyinggung keteladanan Nabi Muhammad SAW sebagai figur pemimpin paripurna. Ia mengutip kajian ilmuwan Barat, Michael H. Hart, yang menempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia.
“Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang berintegritas, visioner, dan berorientasi pada kemaslahatan umat bukanlah konsep utopis. Ia nyata dan telah dicontohkan,” katanya.
Hidayat menambahkan, ayat ke-21 dalam Surah Al-Ahzab yang kerap dijadikan rujukan tentang keteladanan Rasulullah tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan konteks ayat-ayat di sekitarnya, yang menggambarkan kepemimpinan Rasul dalam menghadapi krisis, tekanan, dan konspirasi yang mengancam umat.
“Di situlah kita belajar bahwa kepemimpinan bukan hanya soal moral pribadi, tetapi juga keberanian mengambil keputusan di tengah krisis dan kemampuan membawa umat keluar dari situasi sulit,” ujar dia.
Melalui kegiatan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa ini, HNW berharap lahir Generasi Z pemimpin muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berintegritas, berkarakter, dan memiliki visi kebangsaan menuju Indonesia Emas 2045.
“Kepemimpinan yang kita butuhkan hari ini adalah kepemimpinan yang mampu menjawab tantangan zaman, berakar pada nilai, dan berpijak pada sejarah bangsa,” tutup HNW.