• News

Menteri PPPA Sebut Vonis Penganiaya Balita di Medan Belum Cerminkan Keadilan

Agus Mughni Muttaqin | Jum'at, 26/12/2025 12:15 WIB
Menteri PPPA Sebut Vonis Penganiaya Balita di Medan Belum Cerminkan Keadilan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi (Foto: Kementerian PPPA)

JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi soroti pentingnya perlindungan anak secara maksimal dalam kasus kekerasan terhadap seorang balita yang mengakibatkan meninggal dunia di Medan, Sumatera Utara. 

Menteri PPPA menilai putusan pengadilan yang menjatuhkan vonis 9,5 tahun penjara kepada pelaku dewasadalam kasus tersebut belum sepenuhnya mencerminkan rasa keadilan bagi korban anak.

Menteri PPPA mengatakan, vonis tersebut masih berada jauh di bawah ancaman maksimal, padahal perbuatan dilakukan terhadap anak usia sangat rentan, dilakukan oleh orang dewasa, dalam relasi kedekatan dan kepercayaan, serta mengakibatkan kematian.

“Korban merupakan balita yang berada pada usia sangat rentan. Dalam kondisi seperti ini, penting bagi seluruh proses penegakan hukum untuk mempertimbangkan secara menyeluruh dampak yang dialami anak sebagai korban,” ujar Menteri PPPA dalam keterangan resmi dikutip pada Jumat (26/12).

Dia menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak khususnya Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (3), setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak hingga mengakibatkan kematian diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar. Ketentuan ini menegaskan posisi anak sebagai kelompok rentan yang memerlukan perlindungan hukum maksimal.  

Menteri PPPA menekankan bahwa setiap putusan pengadilan merupakan kewenangan lembaga peradilan yang harus dihormati. Namun, pendekatan yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak sebagai korban perlu terus diperkuat agar perlindungan anak dapat terwujud secara optimal.

“Kemen PPPA memandang penanganan perkara kekerasan terhadap anak perlu dilakukan secara hati-hati, proporsional, dan berorientasi pada perlindungan hak hidup serta keselamatan anak,” tambah Menteri PPPA.

Sebagai langkah konkret, Kemen PPPA terus memperkuat peran Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dalam memberikan pendampingan kepada korban dan keluarga sejak tahap awal penanganan perkara hingga proses persidangan. Pendampingan tersebut bertujuan memastikan kondisi fisik, psikis, dan sosial korban menjadi bagian dari pertimbangan dalam proses penegakan hukum.

Kemen PPPA secara berkelanjutan mendorong penerapan pedoman peradilan ramah anak, memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum, serta menyampaikan masukan kebijakan kepada Mahkamah Agung guna mendukung penegakan hukum yang semakin berperspektif anak.