• Oase

Waspada! Banyak Hadis Palsu tentang Keutamaan Bulan Rajab

Vaza Diva | Kamis, 25/12/2025 11:43 WIB
Waspada! Banyak Hadis Palsu tentang Keutamaan Bulan Rajab Ilustrasi - Al-Quran (Foto: Unsplash/Majid Pogung Dalangan)

JAKARTA - Rajab termasuk salah satu dari empat bulan mulia dalam Islam. Sejak masa Nabi, bulan ini dihormati sebagai bagian dari waktu yang dikhususkan Allah untuk memperbanyak ketaatan dan menjauhi maksiat. Allah SAW menegaskan:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا… مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan… di antaranya ada empat bulan yang dimuliakan.” (QS. At-Taubah: 36)

Kemuliaan ini tidak otomatis berarti semua ibadah yang dinisbatkan khusus pada Rajab memiliki dasar yang kuat. Sejumlah riwayat tentang puasa tertentu, shalat tertentu, atau fadhilah khusus Rajab, dinilai lemah bahkan sebagian tergolong palsu.

Para ulama hadits telah memberikan penjelasan tegas. Di antaranya, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani رحمه الله mengatakan bahwa tidak ada hadis sahih yang secara khusus menetapkan keutamaan tertentu untuk Rajab, baik mengenai puasanya maupun shalat tertentu di dalamnya. Pernyataan ini menjadi peringatan agar kaum Muslim tidak mudah menerima setiap amalan hanya karena populer di tengah masyarakat.

Menyandarkan ibadah kepada riwayat yang tidak jelas justru berbahaya. Nabi Muhammad SAW memberikan ancaman tegas bagi siapa pun yang berdusta atas namanya:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengingatkan bahwa niat baik sekalipun tidak membenarkan penyebaran riwayat palsu, apalagi bila berkaitan dengan ibadah.

Sikap yang lebih selamat adalah memperbanyak amalan yang memang disyariatkan secara umum: shalat sunnah, puasa sunnah tanpa pengkhususan tertentu, memperbanyak dzikir, tilawah Al-Qur’an, sedekah, serta amal kebaikan lainnya. Semua itu memiliki dasar kuat, walau tidak diikat pada Rajab secara khusus.

Allah SWT berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Dengan berpegang pada dalil yang sahih, seorang muslim dapat beribadah dengan hati tenang, terhindar dari amalan yang tidak ada tuntunannya, dan tetap memperoleh pahala sebagaimana dijanjikan.