• Info MPR

HNW: Pendidikan, Keislaman, dan Keindonesiaan Kesatuan yang Menguatkan

Agus Mughni Muttaqin | Selasa, 16/12/2025 11:45 WIB
HNW: Pendidikan, Keislaman, dan Keindonesiaan Kesatuan yang Menguatkan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menjadi pembicara dalam kegiatan Bicara Buku di UHAMKA, menegaskan kesatuan pendidikan, keislaman, dan keindonesiaan (Foto: MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan bahwa pendidikan, keislaman, dan keindonesiaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling menguatkan. Hal tersebut disampaikan HNW dalam kegiatan Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat di Auditorium UHAMKA, Jakarta, Senin (15/12). 

Acara ini merupakan kerja sama Perpustakaan MPR RI dan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) yang menampilkan buku hasil pemikiran HNW, ditulis oleh 10 profesor dan 10 doktor dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, dan UHAMKA, yang dihimpun oleh Dr. Saiful Bahri, berjudul Pemikiran Pendidikan dan Keislaman: Muhammad Hidayat Nur Wahid.

HNW menekankan bahwa kegiatan ini menegaskan pentingnya kolaborasi dunia parlemen dengan kampus, serta dunia politik dengan agama. Dalam sejarah Islam maupun sejarah Indonesia, tidak pernah ada pemisahan antara keislaman, kebangsaan, politik, dan pendidikan nasional.

“Tidak ada sekat antara menjadi Muslim yang baik dengan menjadi politisi, pendidik, atau pejuang bangsa. Justru nilai-nilai Islam mendorong keterlibatan aktif dalam mencerdaskan dan memajukan bangsa,” tegasnya.

Ia mencontohkan peran tokoh-tokoh intelektual dan pemuda Muslim, termasuk Muhammadiyah, sejak masa pergerakan nasional, mulai dari keterlibatan pemuda Islam dalam Sumpah Pemuda 1928, peran Kahar Mudzakkir dalam perjuangan Palestina sejak 1931, hingga kontribusi Ki Bagus Hadikusumo dalam perumusan final Pancasila pada 18 Agustus 1945.

“Di situlah letak ‘syahadah’ sejarah, bagaimana nilai Islam justru menyelamatkan bangsa, menghadirkan solusi kebangsaan, dan menguatkan persatuan Indonesia,” katanya.

Dalam paparannya, HNW menegaskan bahwa pendidikan merupakan perintah pertama dalam Islam, sebagaimana ditunjukkan oleh wahyu pertama Iqra’. Pendidikan, menurutnya, tidak hanya terbatas pada ritual keagamaan, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, politik, dan kepemimpinan.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Islam membuka ruang ijtihad yang luas dalam bidang muamalah, termasuk pengembangan sistem pendidikan modern, pendirian perguruan tinggi, serta penguatan fakultas-fakultas strategis seperti ekonomi, kedokteran, hukum, dan ilmu sosial-politik.

“Justru yang tidak boleh diutak-atik adalah ibadah mahdhah. Sementara pendidikan, sosial, dan politik adalah ruang kreativitas dan ijtihad yang terbuka lebar untuk memajukan dan menyejahterakan umat, bangsa, dan negara,” jelasnya.

HNW juga mendorong kalangan kampus untuk aktif mengawal dan memberikan masukan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Ia menekankan pentingnya memasukkan peran perguruan tinggi, pesantren, dan pendidikan agama secara utuh dalam sistem pendidikan nasional.

“Ini momentum penting agar sistem pendidikan nasional ke depan tetap berpijak pada Konstitusi, yakni UUD NRI 1945 Pasal 31 ayat (3) dan (5), sehingga pendidikan di Indonesia tidak menghilangkan ruh keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan, tetapi justru menguatkan dan memajukannya,” pungkasnya.

Hadir dalam acara tersebut Kepala Biro Humas dan Sistem Informasi Anies Mayangsari Muninggar, Wakil Rektor II UHAMKA Dr. Desvian Bandarsyah, Presiden Universitas Darunnajah Prof. Dr. K.H. Sofwan Manaf, Dekan/Guru Besar Fakultas Agama Islam UHAMKA Prof. Hj. Ai Fatimah Nur Fuad, Pustakawan Madya Yusniar, para guru besar, dosen, serta mahasiswa Fakultas Agama Islam UHAMKA.