• Oase

Ini Panduan Haji bagi Disabilitas dalam Fikih Rukhshah

Vaza Diva | Jum'at, 12/12/2025 12:15 WIB
Ini Panduan Haji bagi Disabilitas dalam Fikih Rukhshah Umat ​​Muslim berdoa mengelilingi Kakbah di Masjidil Haram, selama ibadah haji tahunan di Mekkah pada 27 September 2014. (FOTO: REUTERS)

JAKARTA - Pelaksanaan ibadah haji merupakan kewajiban agung bagi setiap muslim yang mampu, tanpa kecuali. Namun, dalam kenyataannya banyak jamaah dengan disabilitas fisik maupun sensorik menghadapi tantangan berat dalam menjalankan rangkaian manasik.

Untuk itu, prinsip fikih rukhshah (keringanan syariat) menjadi bagian penting agar ibadah tetap sah, ringan, dan berpeluang mabrur meskipun dilakukan dengan kondisi keterbatasan.

Islam menegaskan bahwa syariat tidak diturunkan untuk memberatkan hamba. Allah SWT berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Ayat tersebut menjadi dasar bahwa jamaah disabilitas berhak meraih kesempurnaan ibadah melalui bentuk pelaksanaan yang sesuai kemampuan mereka.

Para ulama menjelaskan bahwa rukhshah dalam haji meliputi:

1. Pelaksanaan thawaf menggunakan kursi roda

Ulama empat mazhab membolehkan tawaf dengan dibantu alat gerak, selama mengelilingi Ka’bah tujuh putaran dan menjaga adab-adab thawaf.

2. Saei dengan pendamping atau alat bantu

Jamaah boleh menggunakan kursi roda, tongkat, atau bantuan relawan sepanjang lintasan Shafa–Marwah.

3. Wukuf di Arafah dalam kendaraan atau ruang khusus

Selama kehadiran di Arafah terjadi pada waktunya, meski tidak turun dari kendaraan, wukuf tetap sah.

4. Melempar jumrah melalui wakil

Ulama membolehkan jamaah yang tidak mampu melempar jumrah sendiri menunjuk wakil, termasuk petugas pembimbing haji, dengan syarat niat dan perwakilan yang benar.

Prinsip rukhshah ini memberi ruang akses ibadah bagi penyandang disabilitas tanpa mengurangi nilai ibadahnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Arab Saudi memperluas jalur khusus kursi roda, menyediakan petugas bimbingan braille, penerjemah bahasa isyarat, hingga panduan elektronik suara khusus untuk jamaah tunanetra. Selain itu, pembimbing lokal dan petugas sektor juga diberikan pelatihan khusus untuk mengawal jamaah disabilitas.