• Oase

Kenapa Haji Mabrur Tidak Ada Balasan Selain Surga?

Vaza Diva | Rabu, 10/12/2025 13:05 WIB
Kenapa Haji Mabrur Tidak Ada Balasan Selain Surga? Jamaah haji sedang berthowaf di depan Kabah, di Masjidil Haram, Mekkah. (foto:Kementerian Agama/ist)

JAKARTA - Para ulama menegaskan bahwa tanda haji mabrur bukan terletak pada selesainya manasik, melainkan pada perubahan karakter.

Nabi bersabda bahwa haji mabrur tercermin dari akhlak yang baik dan sikap menjauhi dosa. Artinya, mereka yang pulang dari Baitullah membawa kejujuran, kerendahan hati, kebaikan sosial, dan kesediaan memaafkan.

Dengan kata lain, haji mabrur menciptakan “manusia baru”: pribadi yang menyerap makna ritual menjadi perilaku nyata dalam kehidupan.

Surga dipandang sebagai balasan paling layak karena mabrur menunjukkan transformasi total seorang hamba. Ia tidak hanya menjalani ibadah, tetapi menahirkan diri dari sifat buruk dan kembali sebagai jiwa yang suci. Perubahan moral inilah yang menjadi bukti bahwa haji telah diterima Allah.

Jika seseorang pulang dan perilakunya semakin santun, amanah, peduli sesama, dan menjauhi kemaksiatan, maka ia telah menegakkan nilai yang membuatnya layak bagi surga.

Haji mabrur bukan ibadah individual; ia mengandung tanggung jawab sosial. Memberi makan orang lapar, menyantuni yatim, membantu tetangga, serta menjaga keadilan adalah buah dari haji yang berkualitas.

Karena itu, mabrur dipahami sebagai hubungan harmonis antara manusia dan Tuhannya, sekaligus pembenahan hubungan antar sesama.

Kesuksesan manasik bukan akhir perjalanan, melainkan awal ujian sebenarnya. Justru setelah kembali ke kampung halaman, seseorang menghadapi godaan untuk kembali pada kebiasaan buruk.

Konsistensi menjaga tauhid, amanah, kesalihan sosial, dan kedekatan ibadah adalah ukuran nyata apakah hajinya mabrur atau sekadar ritual tahunan.

Mengapa haji mabrur tidak ada balasan selain surga? Sebab ia bukan ritual sesaat, tetapi perjalanan spiritual yang membentuk akhlak. Ketika seorang Muslim berhasil menerjemahkan pengalaman suci itu dalam kesalehan pribadi dan sosial, ia telah mencapai derajat ibadah yang mendekatkannya pada rahmat tertinggi, yaitu surga.

Maka, haji sejati adalah perjalanan yang terus berlangsung jauh setelah pesawat mendarat, ketika perilaku, tutur kata, dan tindakan menjadi saksi perubahan seorang hamba.