Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas. Foto: dok. ist
JAKARTA - Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas melihat bencana yang melanda wilayah Sumatera dan Aceh banyak mempertontonkan prilaku pejabat negara nir empati dan sibuk melalukan pencitraan demi meraih keuntungan politik.
Ada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto yang tidak memiliki rasa empati dan menganggap bahwa bencana di wilayah Tapanuli tidak separa seperti yang tampak di media sosial.
"Sebaiknya Presiden segera mencopot Suharyanto dari posisinya karena dia tidak pantas mengemban posisi itu," kata Fernando di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
"Seharusnya posisi itu ditempati oleh sosok yang memiliki rasa empati tinggi seperti para pendahulunya," imbuh Fernando.
Selain Suharyanto, Fernando juga melihat pertunjukan yang diperankan oleh Menko Bidang Pangan Indonesia, Zulkifli Hasan yang menggendong beras saat mengunjungi korban bencana di Sumatera Barat. Pertunjukan yang tidak menarik dan cenderung membuat masyarakat bosan melihat gaya kepemimpinan dengan pencitraan.
"Rasanya sangat tidak mungkin meminta Zulkifli Hasan agar di copot saja dari Menko karena posisinya sebagai Ketum Partai Amanat Nasional (PAN). Tetapi saya melihat Zulkifli Hasan lebih cocok menjadi pemain sinetron dibandingkan menjadi Menko di Kabinet Merah Putih," katanya.
Bupati Aceh Tenggara Muhammad Salim Fakhry, juga memanfaatkan situasi bencana alam membuat panggung politik dengan pernyataannya yang berharap Prabowo Subianto menjadi Presiden seumur hidup. Selain itu Muhammad Salim Fakhry menyampaikan pilihan politik warganya di pemilu 2024 lalu yang memilih Prabowo. Pernyataan tidak berkelas sebagai Kepala Daerah. "Sebaiknya Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan terhadap yang bersangkutan agar bisa menempatkan hati nuraninya dan tidak selalu memanfaatkan situasi untuk kepentingan politik," tegasnya.
Pejabat Kementerian Kehutanan juga asal bicara terkait dengan kayu gelondongan pada bencana Banjir yang ada di Sumatera. Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho seharusnya tidak ngawur dan asal bicara ketika memberikan komentar sehingga tidak menjadi sasaran cercaan dan hinaan. Pernyataannya bahwa kayu yang terbawa banjir dan longsor merupakan kayu bekas tebangan yang sudah lapuk dan kemudian terseret banjir sangat mudah terbantahkan dengan melihat kenyataan dilokasi bencana.
Menurut Fernando, situasi bencana di Sumatera menunjukkan bagaimana sesungguhnya tabiat pemimpin dan pejabat negara. "Mereka penikmat kekuasaan sehingga tidak memiliki empati dan hanya memikirkan untuk bisa mempertahankan kekuasaan dan jabatan," ketus Fermando.
"Saya berharap masyarakat tidak gampang menjadi pelupa sehingga dengan mudahnya dimanfaatkan untuk kepentingan politik pada tahun 2029 yang akan datang," pungkasnya.