• Info DPR

Banjir Sumatera, Ujang: Respon Pemerintah Belum Tunjukkan Empati Memadai

Aliyudin Sofyan | Selasa, 02/12/2025 18:07 WIB
Banjir Sumatera, Ujang: Respon Pemerintah Belum Tunjukkan Empati Memadai Pengamat politik Ujang Komarudin. Foto: elvis/kwp/katakini

JAKARTA — Pengamat politik Ujang Komarudin menilai respons pemerintah terhadap banjir dan longsor besar yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh masih belum menunjukkan empati dan koordinasi nasional yang memadai. 

Ia menegaskan bahwa tugas pemerintah bukan sekadar memberikan bantuan, tetapi memastikan komunikasi publik yang objektif, sensitif, dan mampu menenangkan masyarakat di tengah situasi krisis.

"Pengalaman masa lalu saat menangani kebakaran hutan dapat menjadi pelajaran penting," kata Ujang dalam Forum Refleksi Akhir Tahun 2025 bertema “Membangun Solidaritas Bersama di Tengah Bencana” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (2/12/2025),

Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan RI ini pun mengingatkan bahwa penanganan bencana memerlukan pengerahan seluruh sumber daya nasional, terlepas dari apakah status bencana ditetapkan sebagai bencana nasional atau tidak.

“Pemerintah bukan hanya berkewajiban mengerahkan bantuan, tetapi juga memastikan informasi disampaikan dengan empati. Semua kekuatan nasional harus dicurahkan untuk mengatasi bencana ini,” kata Ujang.

Ujang menilai banjir dan longsor yang kini terjadi seharusnya dapat diantisipasi lebih baik. Ia merujuk pada peringatan BMKG yang telah dikeluarkan beberapa hari sebelumnya mengenai potensi hujan dengan intensitas tinggi.

Di sisi lain, pemerintah daerah, menurut Ujang, berada dalam kondisi sumber daya terbatas. Beberapa daerah terdampak bahkan mengakui tidak memiliki alat berat maupun perlengkapan esensial untuk merespons bencana secara cepat.

"Hal ini mendorong tiga kepala daerah meminta pertolongan langsung kepada pemerintah pusat. Mereka tidak punya akses memadai. Makanan tidak ada, jalur terputus, dan mereka meminta tolong ke pusat. Itu adalah jeritan kebatinan,” ujarnya. 

 

Nilai Gotong Royong Bergeser

Ujang juga menyoroti merosotnya semangat gotong royong di sejumlah wilayah. 

Ia menilai berbagai skema bantuan dan program pemerintah justru secara tidak langsung membuat masyarakat semakin bergantung pada insentif finansial, sehingga nilai kebersamaan kian pudar.

“Ada pergeseran gotong royong. Dahulu masyarakat langsung bergerak, sekarang menunggu upah. Ini terjadi di banyak daerah,” katanya.

Ujang mengajak pemerintah, masyarakat sipil, hingga kalangan kampus untuk menghidupkan kembali solidaritas nasional. Menurutnya, bencana di akhir tahun ini harus menjadi momentum untuk mempersatukan bangsa, bukan memunculkan kegaduhan akibat komentar pejabat yang tidak sensitif.

Ia menekankan bahwa banyak pihak, termasuk kampus dan organisasi pemuda, telah menggalang dana dan turun langsung memberikan bantuan. Namun ia menegaskan bahwa skala bencana membutuhkan peran negara secara penuh.

“Apa pun statusnya—bencana nasional atau bukan—yang dibutuhkan adalah pengerahan total sumber daya. Jika punya uang, bantu. Jika punya jaringan, gerakkan. Jika hanya bisa berdoa, lakukan.” 

 

Perlu Solusi Jangka Panjang

Ujang juga menyoroti akar persoalan ekologis, termasuk kerusakan hutan yang membuat daerah semakin rentan terhadap banjir dan longsor. Ia mengingatkan bahwa rehabilitasi lingkungan memerlukan waktu panjang dan komitmen kuat.

“Menanam pohon tidak instan. Saya menanam durian saja dua tahun baru tiga meter. Rehabilitasi hutan butuh waktu dan konsistensi,” ujarnya.

Pada akhirnya, Ujang menilai bencana ini merupakan cermin yang menuntut bangsa untuk kembali pada solidaritas, empati, dan kerja kolektif. “Bencana ini harus menjadi refleksi bersama. Kita dipanggil untuk membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan,” katanya.