Ketua Asosiasi Aqidah dan Filsafat Islam (ASAFI), Kholid Al Walid (Foto: Ist/Jurnas.com)
JAKARTA - Asosiasi Aqidah dan Filsafat Islam (ASAFI) se-Indonesia menggelar International Conference bertema “Critical Discourse on Islamic Philosophy” pada Kamis (27/11) di Jakarta.
Forum ilmiah yang menghadirkan akademisi dari berbagai perguruan tinggi nasional dan internasional ini menjadi ruang diskusi mengenai arah pengembangan filsafat Islam serta tantangan intelektual bangsa.
Dalam pembukaan acara, Ketua ASAFI, Kholid Al Walid, menyoroti berkurangnya tokoh pemikir besar di Indonesia. Ia menyebut bahwa meski ASAFI terus berkembang melalui penyelenggaraan konferensi internasional, bangsa ini masih menghadapi tantangan serius dalam melahirkan figur intelektual baru.
“Kita tidak bisa membangun suatu peradaban atau sebuah bangsa yang besar tanpa kemudian ada bangunan filsafat untuk menopangnya,” kata Kholid.
Lebih lanjut, Kholid mengatakan bahwa sejarah bangsa besar selalu ditandai kehadiran para filsuf dan pemikir yang menawarkan gagasan visioner.
“Bangsa ini sudah melahirkan tokoh dan pemikir besar yang mengukir tinta emas. Walaupun belakangan kita kekurangan tokoh-tokoh besar yang tampil menggagas ide-ide besar seperti sebelumnya,” ujar ketua ASAFI.
Ia melihat Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam memegang peran kunci dalam menjawab persoalan tersebut.
Menurutnya, prodi ini tidak diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja pragmatis, tetapi generasi pemikir yang mampu menghadirkan ide segar bagi arah bangsa.
“Prodi ini tentu berupaya untuk menghasilkan tokoh-tokoh, pemikir-pemikir, yang mampu menghadirkan ide-ide yang segar bagi bangsa ini,” katanya.
Kholid juga menyinggung tantangan akreditasi yang sering menempatkan prodi berbasis filsafat pada ukuran-ukuran praktis. Ia menilai pendekatan semacam itu dapat menyulitkan ruang gerak prodi.
“Kalau dalam pola seperti itu, tentu prodi ini akan sulit bersaing dengan prodi lainnya. Tetapi kita menawarkan yang lebih besar dari itu,” ujarnya.
Selain soal minimnya pemikir besar, Kholid menyoroti pentingnya kerangka berpikir kritis sebagai fondasi moderasi beragama. Ia mengatakan bahwa gagasan moderasi tidak akan berjalan tanpa basis pemikiran yang sistematis dan analitis.
“Moderasi beragama harus didasari pada pemikiran yang kritis, sistematis, analitis, dan ini hanya didapat melalui pendekatan filsafat,” ucapnya.