• Oase

Adab Menuntut Ilmu yang Diajarkan dalam Islam

Vaza Diva | Minggu, 23/11/2025 08:35 WIB
Adab Menuntut Ilmu yang Diajarkan dalam Islam Ilustrasi - adab menuntut ilmu yang diajarkan dalam Islam (Foto: yadim)

JAKARTA - Menuntut ilmu merupakan ibadah agung dalam agama Islam. Dalam pandangan para ulama, ilmu adalah cahaya yang membimbing manusia menuju kebenaran dan menjauhkan dari kegelapan kebodohan.

Karena itu, pencarian ilmu bukan sekadar proses intelektual, tetapi perjalanan spiritual yang membutuhkan adab serta kesucian niat.

Di tengah perkembangan zaman yang menghadirkan kemudahan akses informasi, ilmu begitu mudah didapatkan. Namun, kemudahan ini sering kali tidak diiringi dengan pemahaman akan etika menuntut ilmu.

Padahal, adab merupakan penentu keberkahan ilmu. Tanpa adab, ilmu tidak akan menumbuhkan cahaya dan tidak memberikan manfaat nyata dalam kehidupan.

Islam mengajarkan bahwa kedudukan orang berilmu sangat mulia. Mereka diangkat derajatnya oleh Allah dan menjadi penerang bagi umat. Untuk mencapai kedudukan itu, setiap penuntut ilmu harus menghiasi dirinya dengan adab sebagaimana dicontohkan oleh ulama terdahulu.

Adab menuntut ilmu menjadi prioritas utama sebelum seseorang memulai proses belajar. Imam Malik pernah menasihatkan bahwa belajar adab harus didahulukan sebelum belajar isi ilmu. Sebab ilmu yang tidak disertai adab hanya melahirkan kesombongan dan kerusakan.

Dalam tradisi Islam klasik, para murid mempelajari akhlak gurunya bukan hanya dari buku, tetapi melalui keteladanan langsung.

Mereka menghormati guru, menjaga ketenangan majelis, dan menunjukkan kerendahan hati dalam setiap proses belajar. Adab ini menjadi jembatan untuk memperoleh keberkahan ilmu, sebab ilmu tidak akan menetap di hati yang keras dan sombong.

Menjaga niat menjadi bagian terpenting dalam adab menuntut ilmu. Niat tulus hanya karena Allah memurnikan tujuan belajar agar ilmu menjadi amal yang bernilai ibadah.

Jika menuntut ilmu dilakukan untuk mencari pujian, status sosial, atau keuntungan pribadi, maka ia kehilangan nilai spiritualnya. Rasulullah SAW memperingatkan bahwa orang yang mencari ilmu untuk tujuan dunia akan mendapat murka Allah.

Kesucian niat menjadikan ilmu sebagai cahaya yang menerangi hati dan akhlak, bukan sekadar menambah pengetahuan yang kering.

Kesabaran dan ketekunan menjadi adab berikutnya dalam menuntut ilmu. Para ulama terdahulu rela menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menempuh perjalanan panjang demi menemukan satu hadis atau mengoreksi sedikit kesalahan.

Mereka berkorban dengan penuh kerendahan hati demi meraih hikmah. Sikap tergesa-gesa merupakan penghalang ilmu, karena ilmu memerlukan kesungguhan hati, konsistensi belajar, dan kedisiplinan waktu. Ilmu tidak pernah diberikan kepada orang yang malas dan tidak menghormati proses belajar.

Selain itu, menjaga kesucian hati dan menjauhi maksiat menjadi syarat penting bagi keberkahan ilmu. Imam Syafi’i pernah mengadu kepada gurunya, Imam Waki’, tentang lemahnya hafalan.

Sang guru menasihati untuk meninggalkan maksiat, karena ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat. Nasehat ini menegaskan bahwa ilmu memerlukan kebersihan batin dan ketakwaan agar dapat memberi manfaat nyata dalam perilaku.

Adab terakhir adalah mengamalkan ilmu. Ilmu tanpa amal hanya akan menjadi beban yang berat. Para ulama klasik bahkan takut menyampaikan ilmu yang belum diamalkan, karena khawatir termasuk orang yang ucapannya tidak sesuai perbuatan. Mengamalkan ilmu adalah bukti syukur dan cara menjaga keberkahan.

Ketika ilmu diamalkan, ia akan berkembang, menyebar, dan mendatangkan hidayah bagi orang lain. Rasulullah SAW menggambarkan orang berilmu tanpa amal seperti pelita yang menerangi sekitarnya tetapi membakar dirinya.