Ilustrasi - seseorang sedang tidur saat di kantor (Foto: Unsplash/Vitaly Gariev)
JAKARTA - Kebiasaan begadang sering dianggap hal biasa, terutama bagi remaja dan dewasa muda yang padat aktivitas. Namun secara medis, kebutuhan tidur berbeda sesuai usia. Remaja membutuhkan 8–10 jam tidur per hari, sementara dewasa membutuhkan 7–9 jam.
Ketika durasi ini kurang secara terus-menerus, tubuh mengalami defisit tidur yang mengganggu fungsi kognitif, metabolisme, dan mood. Pada anak muda, efek begadang sering muncul dalam bentuk sulit konsentrasi, mudah marah, dan turunnya performa belajar.
Memasuki usia 30–40 tahun, begadang memberikan dampak yang lebih berat. Sistem metabolisme mulai melambat sehingga kurang tidur dapat meningkatkan risiko kenaikan berat badan, resistensi insulin, hingga risiko diabetes tipe 2.
Selain itu, kualitas kerja dan daya tahan tubuh mudah menurun karena hormon stres seperti kortisol meningkat saat tubuh tidak mendapat istirahat cukup. Begadang juga berpotensi memicu hipertensi dan sakit kepala kronis pada kelompok usia ini.
Pada usia di atas 50 tahun, kebiasaan begadang berbahaya karena tubuh makin membutuhkan pola tidur yang stabil untuk menjaga kesehatan jantung dan fungsi otak.
Kurang tidur dapat mempercepat penurunan kognitif, meningkatkan risiko penyakit jantung, gangguan ritme jantung, serta memperburuk kondisi kronis seperti asam lambung dan nyeri sendi.
Secara medis, begadang tidak dianjurkan untuk semua usia, namun risikonya meningkat seiring bertambahnya umur. Mengatur pola tidur yang baik menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan jangka panjang.