Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid atau HNW dalam Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara bertema Pesantren Kuat, Indonesia Maju: Sinergi dan Kolaborasi untuk Penguatan Dakwah dan Kemandirian Pesantren, yang diselenggarakan atas kerja sama MPR RI dengan Majelis Pesantren Dakwah Indonesia (MPDI) di Kampoeng Wisata Gowes, Depok, Jawa Barat, Kamis (Foto: Humas MPR)
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatkan pesantren memiliki posisi penting dalam pembangunan bangsa dan negara, baik secara historis maupun konstitusional.
Penguatan pesantren telah memperoleh dasar hukum yang kuat sejak era reformasi dengan hadirnya UUD NRI 1945 Pasal 31 ayat (3) dan (5), UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan terutama dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yang mengakui tiga bentuk lembaga pesantren yang nyata ada di Indonesia, yaitu pesantren tradisional, modern, dan terpadu.
Penegasan itu disamipakn HNW dalam Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara bertema “Pesantren Kuat, Indonesia Maju: Sinergi dan Kolaborasi untuk Penguatan Dakwah dan Kemandirian Pesantren” yang diselenggarakan atas kerja sama MPR RI dengan Majelis Pesantren Dakwah Indonesia (MPDI) di Kampoeng Wisata Gowes, Depok, Jawa Barat, Kamis (6/11/2025).
“Pesantren sudah berkontribusi jauh sebelum adanya pengakuan konstitusional. Kini, dengan dasar hukum yang jelas, peran pesantren mestinya semakin kokoh untuk melahirkan generasi beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia — generasi Z yang menyongsong Indonesia Emas 2045,” ujar HNW.
Ia menambahkan bahwa pemerintah wajib memperjuangkan pendidikan yang menghormati kekhasan dan nilai-nilai keagamaan sesuai amanat konstitusi.
HNW juga menyoroti perlunya optimalisasi Dana Abadi Pesantren sebagai bentuk keadilan anggaran bagi lembaga pendidikan Islam. Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2024, realisasi Dana Abadi Pesantren baru mencapai sekitar Rp250 miliar dari potensi minimal Rp900 miliar per tahun.
“Jumlah santri di Indonesia mencapai lima hingga sebelas juta jiwa. Karena itu, alokasi Dana Abadi Pesantren seharusnya mendapat porsi minimal 10 persen dari Dana Abadi Pendidikan nasional,” tuturnya.
Ia pun mendorong agar Dana Abadi Pesantren dipisahkan dari Dana Abadi Pendidikan Nasional agar pengelolaannya lebih transparan dan proporsional.
“Pesantren adalah aset bangsa. Memperkuat pesantren berarti memperkuat fondasi Indonesia yang berkeadaban dan berkemajuan,” pungkasnya.
Sebagi informasi, Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Guru Besar Ilmu Bahasa Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Prof. Dr. Uril Baharudin; Pimpinan Pesantren Baitul Qur’an Dr. Muslih Abdul Karim; serta Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Satori Ismail.