Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman (Foto: Kementan)
Jakarta, Jurnas.com - Sehubungan dengan pemberitaan pada media Saudara tentang gugatan perdata Menteri Pertanian kepada Tempo, perlu kami tegaskan bahwa gugatan Menteri Pertanian bukan pembredelan, namun ini upaya menguji kebenaran dan membela hasil kerja keras dan peluh keringat 160 juta petani Indonesia.
Kami selaku Kuasa Hukum Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan klarifikasi atas pernyataan beberapa pihak dan pemberitaan sejumlah media yang menuding gugatan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terhadap Tempo sebagai ancaman terhadap kebebasan pers. Pernyataan tersebut tidak berdasar dan mengaburkan realitas yang sebenarnya.
1. Tempo Mengklaim Telah Melaksanakan PPR, Namun Faktanya Tidak Sesuai Dengan Ketentuan PPR Dewan Pers
Perlu kami tegaskan bahwa gugatan ini diajukan setelah adanya PPR Dewan Pers, mekanisme etik resmi negara untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan. PPR itu memberikan rekomendasi yang oleh pihak Kementan dinilai menunjukkan adanya pelanggaran dalam pemberitaan Tempo.
Namun Tempo kemudian menyampaikan pernyataan publik bahwa mereka telah “melaksanakan PPR”. Faktanya tidak demikian.Apa yang dilakukan Tempo tidak sesuai dengan substansi dan kewajiban yang tercantum dalam PPR Dewan Pers. Tempo memilih menafsirkan PPR secara sepihak dan menyusun narasi seolah-olah telah taat, padahal tindakan yang dilakukan tidak memenuhi standar yang diwajibkan oleh PPR tersebut.
Alih-alih melaksanakan PPR secara utuh dan benar, Tempo justru membuat versi PPR tandingan yang tidak punya dasar etik maupun legal, lalu menyampaikan narasi kepada publik bahwa mereka sudah patuh. Hal inilah yang membuat penyelesaian etik tidak tercapai, sehingga jalur hukum menjadi pilihan terakhir untuk memastikan kebenaran diuji secara objektif.
2. Gugatan Ini Adalah Sikap Membela dan keberpihakan atas ikhtiar 160 Juta
Petani Indonesia mendukung kemandirian pangan nasional Puncak kekecewaan publik datang ketika Tempo menerbitkan infografis “poles-poles beras busuk” dengan gambar karung berlubang dan terdapat gambar kecoa (binatang) Infografis ini mungkin dimaksudkan sebagai satire, tetapi bagi petani Indonesia, ini adalah penghinaan dan menyakitkan.
Beras bukan sekadar komoditas. Ia adalah hasil keringat, malam-malam panjang menjaga sawah, dan harapan keluarga desa. Menyebutnya “busuk” dengan ilustrasi (binatang) kecoa berarti merendahkan martabat 160 juta petani dan keluarganya. Ini mencederai moral penyuluh, operator alsintan, pegawai lapangan, dan seluruh pihak yang menjaga rantai pangan nasional.
Karena itu, gugatan Mentan bukan hanya soal jurnalistik. Ini adalah sikap moral untuk membela harga diri para petani yang memberi makan bangsa ini.
3. Kebebasan Pers Tidak Sama Dengan Kekebalan Hukum
Kementan menghormati kebebasan pers sepenuhnya. Namun kebebasan pers bukanlah kebebasan dari akuntabilitas. Gugatan ini bukan upaya membungkam Tempo. Tempo tetap bisa menulis, tetap bisa terbit, tetap bebas mengemukakan pendapat.
Yang diuji kini hanyalah satu: apakah pemberitaan Tempo akurat dan apakah pelaksanaan PPR dilakukan sesuai aturan? Jika Tempo benar, pengadilan akan membuktikannya. Jika tidak, publik berhak tahu.
4. Pengadilan Adalah Forum Terbuka Menguji Kebenaran
Kementan menempuh langkah hukum karena ini adalah mekanisme paling fair dan transparan. Tidak ada sensor, tidak ada pembatasan publikasi, tidak ada pembungkaman. Semua pihak dapat berbicara, menghadirkan bukti, dan diproses dalam ruang sidang yang objektif. Menuduh proses hukum sebagai pembreidelan hanyalah bagian dari framing defensif yang menyesatkan publik.
Kami menegaskan gugatan Mentan adalah langkah konstitusional untuk mengembalikan integritas informasi, memastikan PPR Dewan Pers dihormati, dan membela martabat 160 juta petani Indonesia. Kami mengajak semua pihak untuk melihat persoalan ini secara objektif. Demokrasi tidak akan tumbuh jika media menolak diuji. Demokrasi hanya kuat ketika kebenaran ditempatkan di atas opini.
Kuasa Hukum Kementerian Pertanian RI
Chandra Muliawan