Ilustrasi - ini pandangan Islam tentang orang yang suka pamer (Foto: REUTERS)
JAKARTA - Era media sosial yang semakin terbuka, fenomena flexing, yakni memamerkan kekayaan, gaya hidup mewah, atau pencapaian secara berlebihan, muncul sebagai perilaku banyak orang.
Namun dalam pandangan syariat Islam, tindakan ini tidak bisa dilepaskan dari evaluasi moral dan spiritual karena dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kesombongan dan riya (pamer).
Pada dasarnya, Islam tidak melarang seseorang untuk menikmati rezeki yang diperolehnya secara halal. Tetapi saat kekayaan itu dijadikan ajang pamer, ajang gengsi, atau sarana untuk merendahkan orang lain, maka perilaku tersebut bertentangan dengan nilai-nilai dasar keimanan. Sebagaimana disebut:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman 31: 18)
Dalam artikel yang diterbitkan situs Liputan6 disebutkan bahwa flexing identik dengan riya dan kesombongan yang dapat menghapus pahala amalan.
Lebih jauh, media Detik juga mengulas bahwa pamer harta di media sosial termasuk kategori perbuatan sombong yang dilarang dalam Islam.
Menurut ulama, pamer kekayaan bisa menimbulkan tiga bahaya utama: pertama, mengundang iri hati dari orang lain; kedua, meneguhkan ego dan merusak adab rendah hati; dan ketiga, bisa menjadi penghalang pahala jika niatnya bukan untuk ibadah atau kebaikan. Bahkan laman resmi Kemenag menyatakan bahwa memamerkan harta atau amal bisa menghilangkan pahala.
Meski demikian, penting dicatat bahwa memperlihatkan nikmat Allah seperti usaha yang halal, keberhasilan yang benar, atau kemewahan dengan niat yang tepat dan tidak untuk membanggakan diri, bisa diperbolehkan. Kuncinya adalah niat dan cara.
Jika niatnya untuk syukur dan mengingatkan diri bahwa semua dari Allah, dan dilakukan tanpa merendahkan orang lain, maka ia bukan flexing yang tercela menurut syariat.
Dengan demikian, bagi setiap Muslim, kecanggihan platform digital dan kemudahan berbagi hidup bukanlah alasan untuk mengabaikan etika.
Menahan keinginan untuk pamer, mengedepankan rasa syukur, serta tetap rendah hati adalah bagian dari membina keimanan yang matang dan menjaga keindahan akhlak Islam.