• News

Hari Keempat Serangan Berkelanjutan, Drone RSF Targetkan Khartoum di Sudan

Tri Umardini | Sabtu, 25/10/2025 04:04 WIB
Hari Keempat Serangan Berkelanjutan, Drone RSF Targetkan Khartoum di Sudan Pembukaan kembali Bandara Internasional Khartoum ditunda meskipun militer telah merebut kendali Khartoum dari RSF pada bulan Maret. (FOTO: AL JAZEERA)

JAKARTA - Pasukan Paramiliter Dukungan Cepat (RSF) telah menargetkan ibu kota Sudan, Khartoum, dan bandara utamanya dengan pesawat tak berawak selama empat hari berturut-turut, sementara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang bersekutu dengan pemerintah berupaya melanjutkan lalu lintas udara setelah mendapatkan kembali kendali atas kota itu beberapa bulan lalu.

Dikutip dari Al Jazeera, drone dan rudal permukaan-ke-udara terdengar di atas ibu kota pada dini hari Jumat pagi (24/10/2025), penduduk yang tinggal di dekat Bandara Internasional Khartoum sebelum ledakan keras terjadi.

Tidak jelas apakah bandara utama ibu kota berhasil diserang dan seberapa parah kerusakannya.

Serangan ini menandai hari keempat serangan berturut-turut yang dimulai pada hari Selasa (21/10/2025), sehari sebelum bandara dijadwalkan beroperasi setelah setidaknya dua tahun perang.

Sebuah pesawat yang dioperasikan oleh maskapai lokal Badr Airlines mendarat pada hari Rabu, sebelum seorang pejabat bandara mengatakan kepada AFP dengan syarat anonim bahwa pembukaan kembali bandara telah ditunda "dengan pemberitahuan lebih lanjut" karena adanya serangan.

Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum, mengatakan bahwa “meskipun pihak berwenang mengatakan bahwa operasi dijadwalkan dimulai pada 26 Oktober, ada kekhawatiran bahwa hal ini tidak akan terjadi”.

Perang yang dimulai pada April 2023 telah menewaskan puluhan ribu orang, menyebabkan sekitar 12 juta orang mengungsi, dan menyebabkan 30 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, menjadikannya krisis kemanusiaan terbesar di dunia.

Kembali ke Khartoum

Militer Sudan merebut kembali ibu kota dari pasukan paramiliter pada bulan Maret. Sejak itu, penduduk setempat mencoba kembali ke rumah mereka, seringkali mendapati rumah mereka telah hancur.

Rumah Alfatih Bashir di Omdurman, yang ia bangun dengan seluruh tabungannya, telah runtuh langit-langit dan dindingnya rusak.

"Saya membangunnya saat saya bekerja di luar negeri," ujar Bashir kepada Al Jazeera, seraya menambahkan bahwa kini ia tidak memiliki dana yang cukup untuk memperbaiki kerusakan tersebut.

"Saya tidak bekerja, saya hanya duduk diam bersama istri dan dua anak saya. Terkadang kami hampir tidak punya cukup makanan. Bagaimana saya bisa mulai membangun kembali?" katanya.

Pihak berwenang masih menaksir berapa banyak rumah yang rusak akibat konflik tersebut, tetapi bekas-bekas pertempuran antara militer dan RSF terlihat di seluruh ibu kota.

Warga lainnya, Afaf Khamed, mengaku pingsan saat melihat besarnya kerusakan.

"Rumah ini adalah tempat kami dilahirkan, tempat semua anggota keluarga kami menikah. Sekarang saya tinggal di sini bersama saudara perempuan saya, dan kami tidak bisa membangun kembali karena tidak ada yang membantu kami," ujarnya.

Runtuhnya mata uang lokal membuat rekonstruksi menjadi hal yang mustahil, bahkan bagi mereka yang masih memiliki pekerjaan selama perang. Meskipun gaji tetap stabil, nilai tukar pound Sudan melonjak dari 600 pound terhadap dolar AS pada April 2023, ketika konflik dimulai, menjadi 3.500 pound.

Barang-barang juga sulit didapat di negara yang dilanda perang, sehingga menghambat proses rekonstruksi. Pemilik toko, Mohammed Ali, mengatakan material membutuhkan waktu terlalu lama untuk tiba karena pemeriksaan keamanan, dan itu membuat harganya lebih mahal. Akibatnya, "semakin sedikit orang yang datang untuk membeli material bangunan", ujarnya.

Pemerintah Sudan telah berjanji untuk membangun kembali ibu kota, tetapi sejauh ini fokusnya adalah pada lembaga-lembaga negara, sementara penduduk dibiarkan mencari cara untuk membangunnya kembali sendiri. (*)

Keywords :


RSF Khartoum
.
Sudan SAF
.