Pengamat media Yogyo Susaptoyono. Foto: dok. katakini
JAKARTA - Pengamat media, Yogyo Susaptoyono, menilai penayangan stasiun televisi Trans7 tentang Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tayangan tersebut tanpa memenuhi prinsip etika dan norma penyiaran publik sebagaimana diatur oleh UU tersebut.
Menurut Yogyo, tayangan tersebut tidak hanya menampilkan konten yang tidak sensitif terhadap nilai-nilai keagamaan dan pendidikan pesantren, tetapi juga merusak citra lembaga keagamaan di mata masyarakat.
“Trans7 telah abai terhadap prinsip kehati-hatian dan kode etik penyiaran. Tayangan di Ponpes Lirboyo itu jelas melanggar norma kesopanan, etika publik, dan ketentuan dalam Pasal 36 ayat (5) huruf b dan c UU Penyiaran, yang melarang isi siaran menyinggung nilai-nilai agama serta melecehkan martabat lembaga pendidikan,” tegas Yogyo Susaptoyono, Rabu (15/10/2025).
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) perlu mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran tersebut.
“KPI jangan hanya memberi teguran. Ini sudah masuk pelanggaran berat. Saya mendesak Kominfo segera mengevaluasi dan mencabut izin siaran Trans7 bila terbukti melanggar,” ujar Mantan Komisioner KPID Jawa Tengah ini.
Lebih lanjut, Yogyo menegaskan bahwa lembaga penyiaran publik memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga nilai edukatif dan kultural, bukan sekadar mengejar rating.
“Media televisi harus menjadi sarana edukasi, bukan sensasi. Tayangan seperti itu bisa memicu keresahan di kalangan santri dan masyarakat pesantren,” tekan Yogyo.
Ia juga menyerukan agar seluruh lembaga penyiaran melakukan evaluasi internal dan pelatihan etika jurnalistik, khususnya saat meliput kegiatan di lingkungan pendidikan dan keagamaan.
“Jangan sampai kebebasan berekspresi dijadikan alasan untuk menginjak nilai-nilai luhur bangsa,” pungkasnya.