JAKARTA - Indonesia telah dipastikan gagal total masuk ke Piala Dunia 2026 setelah kalah dalam dua kali pertandingan, melawan Saudi Arabia dan Irak di babak keempat kualifikasi Zona Asia.
Meskipun hanya kalah dalam selisih gol, yakni 3-2 saat melawan Saudi dan 1-0 ketika melawan Irak, tetapi tetap saja merupakan kekalahan yang mengubur mimpi ratusan juta rakyat Indonesia melihat Timnas lolos ke Piala Dunia.
Pengamat Sepakbola dan juga Pendiri Rakyat Sepakbola Indonesia (RSI) Frans Immanuel Saragih menyampaikan bahwa kekalahan dua kali berturut turut terasa sangat menyakitkan bagi seluruh rakyat Indonesi.
“Masyarakat Indonesia sangat antusias terhadap sepakbola, apalagi dalam dua tahun terakhir ini kebanggaan terhadap Timnas meningkat, dan tiba-tiba terkubur begitu saja,” kata Frans, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, pemain tidak ada yang salah, karena mereka menjalankan instruksi pelatih. Pergerakan mereka juga baik, hanya saja antisipasi strategi pelatih yang terlihat kurang tepat.
“Saya lebih menekankan kegagalan tersebut dititik beratkan kepada Tim Kepalatihan yang salah formasi pemain dan strategi yang digunakan,” katanya.
Khususnya ketika melawan Saudi Arabia. Pada dua pertandingan di babak ketiga Timnas tidak pernah kalah.
“Bahkan saat itu, pelatih sekaliber Roberto Mancini, pelatih asal Italia, sampai bengong. Jadi seharusnya kita bisa memenangkan pertandingan tersebut, minimal seri,” kata Frans.
Ketika melawan Irak, formasi Timnas dinilai jauh lebih baik dibandingkan saat melawan Saudi Arabia. Gol yang terjadi dinilai akibat kurang jelinya sistem pertahanan dan antisipasi pemain melihat bagaimana pemain Irak, Zidane Iqbal, mencari celah untuk ruang tembak.
“Ini harusnya ditutup, tetapi strategi kita salah di lini pertahanan,” ujar Frans
Meskipun peluang ke Piala Dunia 2026 telah pupus, tetapi Timnas harus jalan terus. Indonesia dinilai telah memiliki skuad yang baik. Di level Asia sebenarnya Indonesia sangat mampu bersaing di level atas Asia secara kualitas pemain.
Selain itu, menurut Frans, pemecatan pelatih tidak akan menyelesaikan masalah, karena banyak hal lain yang harus dilakukan.
“Meskipun demikian, saya setuju pelatih diganti. Pelatih harus mengenal kultur sepakbola Asia dan juga Indonesia. Sepakbola Asia ini menarik, selevel Mancini dan Philips Trouisier saja gagal, karena mereka kurang paham sepakbola Asia,” ungkap Frans.
Selain penggantian tim kepelatihan, persoalan yang mendesak dibenahi adalah PSSI sebagai wadah sepakbola Indonesia. PSSI harus lebih transparan dan lebih terbuka kepada rakyat pencinta sepakbola Indonesia.
“Kita juga tidak pernah mengetahui klausul atau isi kontrak PSSI dengan Patrick Kluivert dan timnya. Sebagai insan sepakbola, kita juga ingin mendapatkan informasi tersebut karena berguna untuk membangun tim kita ke depannya,” kata Frans.
“Seandainya ada denda atau apapun itu, kita juga ingin tau besarannya berapa. Maka saya tidak melihat pemecatan Patrick dan tim sebagai solusi, karena PSSI sendiri harus lebih terbuka kepada rakyat Indonesia,” imbuhnya.
Frans menegaskan PSSI itu milik rakyat Indonesia, bukan milik sekelompok orang. “Jadi kalau mau berbenah ya berbenah semuanya, karena memang sepakbola kita masih semrawut. Pilihlah pelatih yang tepat, jadikan Timnas sebagai kebanggaan masyarakat Indonesia di dunia internasional,” pungkas Frans.