• Info DPR

Komisi VI DPR Harapkan Pemerintah Cari Solusi Pembiayaan Kereta Cepat

Aliyudin Sofyan | Selasa, 14/10/2025 20:18 WIB
Komisi VI DPR Harapkan Pemerintah Cari Solusi Pembiayaan Kereta Cepat Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini. Foto: DP

JAKARTA – Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini menyoroti kondisi keuangan dan kelayakan pembiayaan proyek Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) yang saat ini tengah menjadi perhatian publik.

Anggia mengaku memahami proyek KCIC sejak awal tidak dibiayai langsung oleh pemerintah, melainkan melalui pembentukan konsorsium antara BUMN dan mitra asing. Namun, seiring berjalannya waktu, beban finansial proyek semakin berat sehingga berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kondisi keuangan BUMN yang terlibat.

“Kondisinya memang sangat berat bagi BUMN dan korporasi. Dari awal pembentukannya saja sudah tidak di-handle langsung oleh negara, dan sekarang utangnya sudah besar sekali. Kita belum tahu sampai kapan bisa terbayarkan,” ujar Anggia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (14/10/2025).

Menurutnya, situasi yang dihadapi konsorsium KCIC saat ini menuntut perhatian serius dari pemerintah. Jika tidak ditangani dengan baik, beban utang dapat menghambat kinerja BUMN dan berpotensi menimbulkan kerugian jangka panjang bagi negara.

Ia juga menyoroti pentingnya koordinasi lintas kementerian/lembaga dalam mencari solusi. Terutama, sinergi antara BP BUMN dan Kementerian Keuangan dinilai penting untuk memastikan bahwa langkah penyelamatan proyek tidak menimbulkan risiko fiskal baru bagi negara.

“Menteri (Kepala BP) BUMN sudah menyampaikan akan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Kalau Kementerian Keuangan tetap tidak ingin membiayai proyek ini melalui APBN, maka perlu dicari skema alternatif. Kita diskusikan dulu supaya jelas dan tidak merugikan negara,” kata Politisi Fraksi PKB ini.

Ia menegaskan bahwa solusi pembiayaan harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan nasional dan keberlanjutan usaha BUMN. Pemerintah diharapkan dapat menemukan pola kerja sama yang sehat antara konsorsium, investor, dan negara tanpa membebani satu pihak secara berlebihan.

“Kita ingin negara tidak dirugikan, BUMN tetap berkembang dengan baik, dan cita-cita untuk memiliki korporasi besar yang bisa menghasilkan dividen besar bagi negara juga tetap bisa terwujud,” tambahnya.