JAKARTA - Dalam Islam, harta merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dikelola dengan cara yang benar, adil, dan penuh tanggung jawab.
Mengatur keuangan sesuai prinsip syariat bukan hanya menjaga keberkahan rezeki, tetapi juga menjadi bentuk ketaatan dalam menghindari hal-hal yang dilarang, seperti riba, penipuan, dan pemborosan.
1. Memastikan Sumber Harta Halal
Langkah pertama dalam mengelola harta sesuai syariat adalah memastikan bahwa sumber penghasilan berasal dari hal-hal yang halal dan baik (ṭayyib). Islam melarang mencari harta dengan cara yang batil, termasuk melalui praktik riba, penipuan (gharar), atau perjudian (maysir).
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 168:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap rezeki yang diperoleh harus dari sumber yang bersih dan halal agar mendatangkan keberkahan, bukan sekadar keuntungan duniawi.
2. Bijak dalam Mengatur Pengeluaran
Islam mengajarkan keseimbangan dalam menggunakan harta: tidak boros dan tidak pula kikir. Seorang Muslim dianjurkan untuk hidup sederhana, menabung, dan menghindari gaya hidup berlebihan.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra ayat 26–27:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا • إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Dan berikanlah hak kepada kerabat dekat, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra: 26–27)
Ayat ini menegaskan pentingnya pengelolaan keuangan yang proporsional — memenuhi kebutuhan, berbagi dengan yang membutuhkan, serta menjauhi pemborosan yang tidak bermanfaat.
3. Menunaikan Zakat dan Bersedekah
Dalam Islam, zakat merupakan kewajiban yang memiliki dimensi spiritual dan sosial. Zakat berfungsi untuk mensucikan harta serta membantu pemerataan kesejahteraan umat. Selain itu, sedekah juga sangat dianjurkan sebagai amalan sunnah yang mendatangkan pahala dan menolak bala.
Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
Ayat ini menunjukkan bahwa zakat bukan sekadar kewajiban finansial, tetapi juga bentuk pembersihan diri dan penyucian jiwa dari sifat tamak.
4. Berinvestasi Secara Syariah
Islam tidak melarang umatnya untuk berinvestasi, selama dilakukan dengan cara yang halal, transparan, dan tanpa unsur riba atau spekulasi berlebihan. Saat ini, terdapat berbagai instrumen investasi syariah seperti saham syariah, reksa dana syariah, deposito syariah, hingga pembiayaan berbasis mudharabah atau musyarakah.
Prinsip utama investasi syariah adalah keadilan dan berbagi risiko (profit and loss sharing), bukan sekadar mencari keuntungan sepihak.
5. Menggunakan Harta untuk Kebaikan dan Kemaslahatan
Harta yang dikelola sesuai syariat bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk memberi manfaat kepada orang lain. Islam mengajarkan agar harta digunakan untuk hal-hal yang membawa maslahat, seperti membantu fakir miskin, mendukung pendidikan, pembangunan, dan amal sosial lainnya.
Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)