JAKARTA - Seiring meningkatnya kesadaran global terhadap energi terbarukan, campuran etanol pada bensin mulai menjadi perhatian serius di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Campuran etanol dan bensin dikenal sebagai gasohol diklaim mampu menekan emisi, meningkatkan angka oktan, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Namun, berbagai riset menunjukkan bahwa penggunaan bahan bakar campuran ini juga menimbulkan sejumlah tantangan teknis bagi mesin kendaraan.
Etanol, atau etil alkohol (C₂H₅OH), adalah senyawa organik hasil fermentasi bahan nabati seperti tebu, jagung, dan singkong. Karena bersumber dari tanaman, etanol dianggap lebih ramah lingkungan dibanding bensin murni.
Berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA), penggunaan etanol pada kadar rendah, seperti E5 atau E10 (5–10% etanol), dapat menurunkan emisi karbon monoksida (CO) hingga 25%.
Etanol mengandung oksigen alami yang membantu proses pembakaran menjadi lebih sempurna, sehingga gas buang lebih bersih dan mengurangi polusi udara di kota besar.
Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Energies (2025) menyebutkan bahwa campuran etanol dengan bensin dapat meningkatkan daya dan torsi mesin kendaraan, terutama karena etanol memiliki angka oktan tinggi, sekitar 108 RON.
Nilai oktan ini membantu mencegah gejala knocking atau “ngelitik” yang kerap terjadi pada mesin bensin. Studi serupa dari Biofuel Research Journal menunjukkan bahwa pembakaran bahan bakar beretanol lebih stabil dan efisien, khususnya pada mesin berteknologi injeksi bahan bakar modern.
Namun, di balik manfaatnya, berbagai studi ilmiah menyoroti tantangan teknis penggunaan etanol dalam jangka panjang. Etanol bersifat higroskopis, yakni mudah menyerap air dari udara.
Jika kandungan air meningkat, campuran etanol dan bensin dapat mengalami phase separation atau pemisahan fase, di mana air dan etanol mengendap di dasar tangki bahan bakar.
Kondisi ini berpotensi menyebabkan mesin tersendat, korosi pada pipa dan tangki, serta penurunan efisiensi pembakaran. Penelitian dari Penn State University Extension bahkan menegaskan bahwa kandungan air pada etanol bisa memicu karat pada sistem bahan bakar kendaraan lama yang masih menggunakan pipa logam atau karburator.
Selain itu, energi pembakaran etanol per liter lebih rendah sekitar 30% dibanding bensin murni. Akibatnya, kendaraan yang menggunakan bahan bakar campuran etanol cenderung sedikit lebih boros, terutama pada campuran tinggi seperti E20 hingga E85.
Kondisi ini sudah diamati dalam penelitian di beberapa negara Amerika Latin yang telah lama menggunakan gasohol. Tantangan lain yang ditemukan dalam riset MDPI (2025) adalah masalah cold start, yaitu kesulitan menyalakan mesin di suhu rendah karena titik uap etanol yang lebih tinggi daripada bensin.