• News

Gempa Sidoarjo Perlambat Penyelamatan Korban yang Terjebak Runtuhan Sekolah

Yati Maulana | Rabu, 01/10/2025 21:05 WIB
Gempa Sidoarjo Perlambat Penyelamatan Korban yang Terjebak Runtuhan Sekolah Anggota tim SAR membawa seorang kerabat korban bangunan runtuh, setelah sebuah aula runtuh saat para santri sedang salat di Pondok Pesantren Al-Khoziny pada hari Senin, di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, Indonesia, 1 Oktober 2025. REUTERS

JAKARTA - Tim penyelamat yang berjuang mengevakuasi siswa dari reruntuhan sekolah Islam yang runtuh dan menewaskan tiga orang di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, menghadapi tugas yang lebih berat pada hari Rabu setelah gempa bumi semakin memadatkan puing-puing.

Pihak berwenang mengatakan 91 orang dinyatakan hilang, 100 orang dievakuasi, dan puluhan lainnya luka-luka setelah runtuhnya sekolah saat siswa sedang salat Ashar di sebuah masjid di lantai bawah sebuah gedung yang lantai atasnya masih dalam tahap pembangunan.

Gempa berkekuatan 6,5 skala Richter pada hari Selasa mempersempit ruang gerak bagi orang-orang yang masih terjebak, sehingga mempersulit upaya penyelamatan karena mempersempit ruang gerak, kata Emi Frizer, seorang pejabat Badan SAR Nasional (Basarnas).

"Bagaimana mempertahankan nyawa para korban sambil tetap memiliki akses yang sama -- itu akan membutuhkan waktu lebih lama," katanya, seraya menambahkan bahwa para pencari harus berhati-hati agar tidak melukai anggota tubuh korban selama penyelamatan.

"Jika awalnya ruang setinggi 50 cm (20 inci), kemudian amblas menjadi 10 cm (4 inci), dan kami khawatir hal itu berdampak pada penyempitan ruang gerak para korban," kata Mohammad Syafii, Kepala Badan SAR Nasional.

Pejabat bencana mengatakan tiga orang tewas dalam runtuhnya pondok pesantren di kota Sidoarjo, sekitar 780 km (480 mil) di timur Jakarta, ibu kota.

Gempa bumi yang melanda wilayah Sumenep, sekitar 200 km (124 mil) dari lokasi runtuhnya, melukai tiga orang dan merusak puluhan rumah, kata Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada hari Rabu.

Tim penyelamat mendeteksi tanda-tanda kehidupan yang membantu mereka mempersempit pencarian korban selamat, kata Emi.

Pihak berwenang mengatakan fondasi bangunan tidak dapat menopang pekerjaan konstruksi di lantai atasnya, yang menyebabkan keruntuhan.

"Ini semua kegagalan fondasi," tambah Emi.
Sebuah ekskavator dan derek berada di lokasi untuk membantu tim penyelamat memindahkan puing-puing, tetapi pejabat setempat Nanang Sigit menolak penggunaan keduanya karena khawatir dapat memicu keruntuhan yang lebih luas.