JAKARTA - Pihak berwenang di negara bagian Kerala di India Selatan telah mengeluarkan peringatan kesehatan setelah infeksi dan kematian yang disebabkan oleh amoeba "pemakan otak" langka yang ditularkan melalui air meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Para pejabat pada hari Rabu (17/9/2025) mengatakan Kerala telah mencatat 69 kasus meningoensefalitis amoeba primer sejak awal tahun 2025, termasuk 19 kematian, akibat kontak dengan amoeba Naegleria fowleri. Tiga kematian tercatat pada bulan lalu, termasuk kematian seorang bayi berusia tiga bulan.
Tahun lalu, ada sembilan kematian dari 36 kasus yang dilaporkan.
Amoeba, yang tidak menyebar dari orang ke orang, hidup di danau dan sungai yang hangat dan tertular melalui air yang terkontaminasi yang masuk ke hidung.
"Tidak seperti tahun lalu, kami tidak melihat klaster yang terkait dengan satu sumber air," kata Menteri Kesehatan negara bagian, Veena George, seperti dikutip oleh berita NDTV.
"Ini adalah kasus tunggal dan terisolasi, yang mempersulit investigasi epidemiologi kami."
Pemerintah Kerala telah mulai melakukan klorinasi pada sumur, tangki air, dan tempat pemandian umum, serta area di mana orang kemungkinan mandi dan bersentuhan dengan amoeba, NDTV melaporkan.
`Kasus di seluruh negara bagian`
Meskipun jumlahnya masih rendah, seorang dokter yang merupakan bagian dari satuan tugas pemerintah untuk mencegah penyebaran, mengatakan para pejabat “melakukan tes dalam skala besar di seluruh negara bagian untuk mendeteksi dan mengobati kasus-kasus”.
"Sangat mengkhawatirkan bahwa kasus-kasus baru tahun ini muncul dari seluruh penjuru negara bagian, bukan dari beberapa wilayah tertentu seperti sebelumnya," ujar Altaf Ali kepada kantor berita AFP.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), infeksi ini “sangat jarang terjadi tetapi hampir selalu berakibat fatal”.
Badan kesehatan mengatakan virus ini sering disebut "amoeba pemakan otak" karena dapat "menginfeksi otak dan menghancurkan jaringan otak". Jika mencapai otak, amoeba ini dapat menyebabkan infeksi yang membunuh lebih dari 95 persen penderitanya.
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan gejalanya meliputi sakit kepala, demam, dan muntah, yang dengan cepat berkembang menjadi “kejang, perubahan status mental, halusinasi, dan koma”.
Kasus infeksi pertama di Kerala dilaporkan pada tahun 2016.
Sejak 1962, hampir 500 kasus telah dilaporkan di seluruh dunia, sebagian besar di Amerika Serikat, India, Pakistan, dan Australia. (*)