JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong upaya pembenahan sistem layanan kesehatan jantung di tanah air, agar mampu menjawab tantangan di sektor kesehatan nasional saat ini.
"Penyakit jantung di Indonesia bukan semata masalah kesehatan, tetapi juga masalah ekonomi dan sosial. Data BPJS tahun 2022 mencatat bahwa layanan penyakit jantung dan pembuluh darah menelan biaya hampir setengah dari total biaya pelayanan kesehatan nasional," kata Lestari.
Hal tersebut disampaikan Lestari saat membuka diskusi daring bertema Penguatan Sumber Daya Manusia dan Fasilitas Pengobatan Penyakit Jantung di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (10/9).
Menurut Lestari, hingga saat ini masalah penyakit jantung di Indonesia belum sepenuhnya tertangani dengan baik. Hal itu terjadi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, karena terjadi peningkatan kasus kardiovaskular dan kemampuan masyarakat mendapatkan pengobatan atau perawatan secara sempurna belum terpenuhi.Tantangan yang dihadapi, tambah Rerie, bukan hanya tentang pengobatan itu sendiri, tetapi juga dalam upaya pencegahan terkait upaya edukasi masyarakat secara umum.
Peringatan Hari Jantung Sedunia yang diperingati 29 September bulan ini, jelas Rerie, harus menjadi momentum bagi kita untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan jantung dan upaya pencegahan penyakit kardiovaskular tersebut.
Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) mencatat bahwa Indonesia mengalami 651.481 kematian akibat penyakit kardiovaskular (PKv) pada tahun 2019.
Menyikapi kondisi tersebut, ujar Rerie, diperlukan pembenahan sektor pelayanan kesehatan jantung, dimulai dengan penguatan komitmen pelayanan kesehatan dan komitmen memajukan kesejahteraan umum seperti yang diamanatkan konstitusi UUD 1945.
Rerie menambahkan, konstitusi kita menegaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang layak.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mengapresiasi sejumlah pihak, termasuk YJI, yang terus meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya kesehatan jantung, melalui upaya edukasi.
Selain itu, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat, diperlukan upaya penataan di sektor layanan kesehatan, agar sistem yang dibangun dapat menangani berbagai penyakit yang tidak menular dan menciptakan tenaga kesehatan yang mampu terlibat aktif mengatasi permasalahan yang dihadapi saat ini.
Sementara itu, dalam diskusi tersebut, Direktur Pelayanan Klinis, Kementerian Kesehatan RI, dr. Obrin Parulian mengungkapkan, terjadi perubahan pola sebaran penyakit dan peningkatan beban pembiayaan pada penyakit katastropik di Indonesia.
Menurut Obrin, masalah utama dalam pelayanan penyakit jantung di Indonesia adalah kurangnya akses masyarakat ke fasilitas kesehatan yang ada. Terutama, ujar dia, di kawasan perbatasan dan daerah kepulauan. Kalaupun ada layanan kesehatan untuk jantung, tambah Obrin, di kawasan tersebut belum beroperasi optimal.
Selain itu, jelas Obrin, tantangan lainnya adalah belum meratanya penyebaran dokter spesialis jantung, alat operasi jantung dan SDM yang mengoperasikan alat tersebut. Hingga saat ini, menurut dia, terjadi gap ketersediaan dokter spesialis jantung di Indonesia sebesar 4.503 dokter.
Karena, tambah dia, hingga saat ini baru tersedia 2.009 dokter spesialis jantung. Padahal, jelas Obrin, dengan jumlah pasien jantung yang terus meningkat dibutuhkan 6.512 dokter spesialis jantung, agar mampu memberi layanan jantung yang memadai di Indonesia.
Menurut Obrin, dibutuhkan dorongan yang kuat dari semua pihak terkait, agar jumlah dokter spesialis jantung dapat terus ditingkatkan sehingga mampu memberi layanan kesehatan jantung yang memadai bagi setiap warga negara.
Pemerintah, jelas Obrin, terus berupaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan jantung bagi masyarakat, dengan melengkapi sarana dan prasana di berbagai fasilitas kesehatan yang ada di tanah air.
Analis Muda Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan, Gregorius Virgianto Arpuji Anggoro Putro mengungkapkan, kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional per 31 Juli 2025 tercatat 280,7 juta orang. Menurutnya, khusus untuk penyakit jantung, tercatat rata-rata terjadi peningkatan 500 ribu peserta JKN per tahun.
Sehingga, tambah dia, pada 2024 tercatat pembiayaan untuk pengobatan penyakit jantung senilai Rp19, 2 triliun dari total Rp37 triliun pembiayaan untuk pengobatan penyakit katastropik di tanah air. Setiap tahun, jelas Gregorius, kasus penyakit jantung dan pembiayaan pengobatan penyakit jantung selalu meningkat di Indonesia.
Ketua Umum YJI, Annisa Pohan Yudhoyono mengungkapkan bahwa satu dari tiga kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit jantung. Padahal, ujar dia, penyakit jantung bisa disembuhkan bila mendapat penanganan secara dini.
Menurut Annisa, salah satu tantangan dalam pengobatan penyakit jantung di Indonesia adalah biaya pengobatan yang mahal. Diakui Annisa, saat ini penyakit jantung di tanah air sudah banyak ditemukan pada usia muda. Pada 2023, jelas dia, tercatat 140.206 penduduk berusia 25-34 tahun di Indonesia didiagnosa berpenyakit jantung.
Menurut Annisa, literasi kesehatan jantung bagi masyarakat harus terus ditingkatkan dengan berbagai upaya. Selain itu, sejumlah tantangan yang dihadapi pasien jantung, seperti antara lain biaya pengobatan yang mahal, keterbatasan fasilitas kesehatan dan ketersediaan tenaga kesehatan, harus segera dijawab dengan kolaborasi dan gerak bersama pihak-pihak terkait.