JAKARTA - Istilah deepfake semakin akrab di telinga masyarakat seiring dengan maraknya konten manipulatif yang beredar di dunia maya. Teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) ini mampu mengubah wajah, suara, hingga gerakan seseorang dalam sebuah video sehingga terlihat sangat nyata.
Meski awalnya digunakan untuk hiburan, keberadaan deepfake kini menimbulkan ancaman serius, mulai dari hoaks politik, penyebaran pornografi ilegal, hingga penipuan digital. Lantas apa itu deepfake?
Deepfake berasal dari dua kata, “deep learning” dan “fake”. Melalui teknik machine learning, sistem komputer dilatih dengan ribuan bahkan jutaan data wajah dan suara seseorang.
Dari data itu, algoritma akan mempelajari pola ekspresi, gerakan, hingga intonasi suara. Hasil akhirnya berupa video atau audio yang seakan-akan menampilkan orang tersebut berkata atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Kasus deepfake sudah banyak terjadi di tingkat global. Pada 2019, dunia dihebohkan dengan video mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, yang terlihat mengucapkan kata-kata kasar. Belakangan diketahui, video tersebut adalah hasil rekayasa deepfake oleh studio kreatif sebagai bentuk edukasi.
Di Eropa, sejumlah politisi juga pernah menjadi korban. Misalnya, Perdana Menteri Slovakia sempat disudutkan oleh video deepfake yang menampilkan seolah-olah dirinya mengakui tindakan korupsi. Kasus serupa terjadi di India dan Ukraina, di mana deepfake dipakai untuk propaganda politik menjelang pemilu.
Indonesia pun tidak luput dari serangan deepfake. Baru-baru ini publik digegerkan oleh video yang menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani disebut menyatakan guru sebagai “beban negara”. Padahal, rekaman itu terbukti palsu dan suaranya dimanipulasi dengan teknologi deepfake.
Cara Mendeteksi Deepfake
Meski terlihat meyakinkan, pakar keamanan digital menyebut ada sejumlah cara untuk mengenali deepfake, di antaranya:
1. Perhatikan gerakan wajah, sering kali bibir atau mata tidak sinkron dengan suara.
2. Cahaya dan bayangan tidak konsisten, misalnya, wajah lebih terang daripada latar belakang.
3. Kedipan mata aneh, algoritma sulit meniru pola kedipan alami.
4. Kualitas gambar tidak stabil, ada bagian wajah yang tampak bergelombang atau kabur saat diperbesar.
5. Suara tidak wajar, intonasi terdengar datar atau terputus-putus.
6. Lakukan verifikasi silang, cek ke sumber resmi atau media kredibel sebelum percaya pada sebuah video.