Konsep Boikot dalam Islam yang Jarang Diketahui

Vaza Diva | Sabtu, 23/08/2025 01:01 WIB
Konsep Boikot dalam Islam yang Jarang Diketahui Ilustrasi - tulisan pada aksi demo di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat (Foto: Vaza/Katakini.com)

JAKARTA - Belakangan, isu boikot kepada produk-produk tertentu ramai dibicarakan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dalam kacamata Islam, boikot bukanlah hal baru. Konsep ini telah dikenal sejak masa Rasulullah SAW sebagai bentuk solidaritas umat dan sikap tegas terhadap pihak yang merugikan atau menindas.

Sejarah mencatat, boikot pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW ketika kaum Quraisy menjatuhkan embargo terhadap Bani Hasyim yang melindungi Nabi.

Boikot itu meliputi larangan menikah, berdagang, hingga berinteraksi sosial dengan mereka. Situasi ini berlangsung cukup lama hingga akhirnya perjanjian boikot tersebut dibatalkan.

Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah menyerukan boikot sosial terhadap Ka’ab bin Malik dan dua sahabat lain yang tidak ikut perang Tabuk tanpa alasan yang jelas. Tindakan itu dimaksudkan sebagai bentuk pendidikan moral agar umat disiplin dan taat.

Menurut para ulama, boikot dalam Islam bisa menjadi strategi perjuangan sekaligus mekanisme kontrol sosial. Tujuan utamanya bukan semata menjatuhkan, melainkan memberi pelajaran, menekan pihak yang zalim, serta melindungi kepentingan umat.

Namun, boikot tetap memiliki aturan etika. Para ulama menekankan bahwa boikot tidak boleh menimbulkan mudarat yang lebih besar, serta harus disesuaikan dengan kondisi dan maslahat umat.

Di era modern, boikot sering dikaitkan dengan isu politik, ekonomi, hingga kemanusiaan. Misalnya, aksi boikot produk dari perusahaan yang dianggap mendukung penjajahan atau pelanggaran HAM.

Bagi umat Islam, langkah ini dapat dipandang sebagai bentuk nyata dari firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 2:

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."