Pesan Legislator: Polemik Bendera One Piece Jangan Hilangkan Kesakralan HUT RI

Aliyudin Sofyan | Kamis, 07/08/2025 17:18 WIB
Pesan Legislator: Polemik Bendera One Piece Jangan Hilangkan Kesakralan HUT RI Anggota Komisi III DPR RI Abdullah (Foto: fraksipkb.com)

JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, berpesan agar semua pihak untuk mengedepankan paradigma konstruktif dalam menyikapi polemik pengibaran Bendera Merah Putih dan bendera bertema One Piece menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.

Menurut Abdullah, ekspresi kreatif masyarakat seperti mengibarkan bendera lain diperbolehkan selama tidak melanggar hukum yang berlaku. Ia menekankan bahwa Bendera Merah Putih tetap harus dijunjung tertinggi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

"Kreativitas sebagai kebebasan berekspresi tetap diperbolehkan, namun jangan melanggar peraturan seperti UU Nomor 24 Tahun 2009," ujar Abdullah di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Fenomena pengibaran bendera One Piece, khususnya oleh para sopir truk dan komunitas penggemar anime, marak menjelang perayaan HUT RI. Bendera bergambar tengkorak khas Jolly Roger ini dinilai sebagian kalangan sebagai simbol kebebasan, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan solidaritas.

Namun demikian, muncul pro dan kontra di masyarakat. Ada pihak yang menilai pengibaran bendera tersebut sebagai bentuk provokasi hingga dikaitkan dengan tindakan makar. Di sisi lain, tidak sedikit pula yang menganggap pelarangan itu sebagai tindakan reaktif dan antikritik.

"Polemik ini menjadi destruktif ketika masing-masing pihak saling menyudutkan," kata legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.

Untuk itu, Abdullah mendorong agar semua pihak menahan diri dan membuka ruang dialog. Menurutnya, perlu ada konsolidasi untuk menghindari komunikasi yang tidak produktif, demi menjaga kekhidmatan perayaan kemerdekaan.

"Perayaan kemerdekaan atau HUT RI jangan sampai hilang kesakralannya karena polemik bendera One Piece yang berkepanjangan," tegasnya.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Abduh ini menilai fenomena ini juga bisa dilihat sebagai kritik sosial dari masyarakat terhadap kondisi pemenuhan hak dasar warga negara.

"Substansi kritik ini mesti disorot dengan memenuhi hak-hak dasar warga negara sesuai amanat konstitusi. Jika ini terpenuhi, tentu polemik ini akan berhenti dengan sendirinya karena tak lagi relevan," pungkasnya.