JAKARTA - Lembaga Sensor Film (LSF) dalam melaksanakan penyensoran film kini menerapkan skema klasifikasi usia, alih-alih melakukan pemotongan adegan materi film dari para sineas.
Hal ini disampaikan oleh Ketua LSF Naswardi usai `Peluncuran Situs Resmi Lembaga Sensor Film Republik Indonesia` di Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025).
"Poses penyensoran film itu ada dua, meneliti dan menilai, nah meneliti itu adalah yang diteliti berkaitan dengan judul, berkaitan dengan tema, dialog, monolog, kemudian teks terjemahan, kemudian visualnya berkaitan dengan adegan dan lain-lain," kata Naswardi.
Kemudian, kata Naswardi, setelah melalui proses penelitian dan penilaian, film-film yang masuk ke LSF akan dilakukan klasifikasi dari berbagai tayangan tersebut, sehingga akan terbagi ke dalam berbagai kategori seperti semua umur (SU), remaja, atau pun dewasa.
"Kalau ada film yang tidak sesuai dengan kategori klasifikasi usianya, misalnya filmnya untuk semua umur, tapi ada adegan kekerasannya misalnya, maka kita memberikan catatan kepada pemilik untuk diperbaiki," ujar Naswardi.
Sementara itu untuk di televisi, Naswardi mengatakan ada dua jenis yang tidak dilakukan proses penyesuaian, yaitu tayangan berita karena ketentuannya diatur dalam undang-undang pers, dan yang kedua ialah siaran langsung.
"Selebihnya itu harus terlebih dahulu mendapatkan suratan lulus sensor, baru bisa tayang di TV," kata Naswardi.
"Baik itu sinetron, infotainment, kemudian bahkan iklan, dan juga acara reality show, dan lain-lain," dia menambahkan.
Naswardi menuturkan, untuk proses pengawasannya LSF, setiap film yang masuk ke dalam klasifikasi usia dewasa maka ditayangkan di atas pukul 10 malam. Sementara untuk kategori anak-anak ditayangkan di bawah jam 10 malam.
"Pra-tayangnya itu ada penilaian dari lembaga sensor film, pasca-tayangnya diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia," kata Naswardi.