BOGOR – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mengintensifkan upaya penguatan sistem pengawasan keamanan pangan segar melalui peningkatan kompetensi aparat pengawas daerah. Pada kolaborasi strategis dengan Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Institut Pertanian Bogor (IPB), NFA menyelenggarakan Bimbingan Teknis Pengawasan Keamanan Pangan Segar Tahun 2025 yang diikuti oleh 35 orang pengawas dari 20 Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bagian dari komitmen nasional menjaga mutu dan keamanan pangan dari hulu ke hilir.
“Mari bersama-sama kita memastikan para pengawas keamanan pangan kita benar-benar kompeten di bidangnya,” tegas Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto saat membuka kegiatan di Bogor, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, pengawasan pangan bukan sekadar rutinitas administratif, namun merupakan langkah strategis untuk memastikan bahwa pangan yang dikonsumsi masyarakat terutama generasi penerus, aman, bergizi, dan bermutu.
Andriko menegaskan bahwa keamanan pangan merupakan bagian dari transformasi paradigma dari yang sekadar kuantitas menjadi kualitas. “Generasi emas 2045 bukan hanya bicara jumlah, tetapi kualitas. Itulah mengapa keamanan pangan harus menjadi prioritas bersama,” ujarnya.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menegaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab menjamin ketersediaan pangan yang tidak hanya cukup secara kuantitas, tetapi juga aman, bermutu, dan bergizi. Untuk menjawab mandat ini, NFA membangun sistem pengawasan keamanan pangan nasional yang terintegrasi dan tangguh, dengan melibatkan otoritas kompeten di tingkat pusat hingga daerah.
Merujuk pada kerangka FAO/WHO National Food Control System, ada lima komponen utama dalam menjamin keamanan pangan, yaitu legislasi, manajemen pengawasan, inspeksi, laboratorium pengujian, dan edukasi. Melalui bimbingan teknis ini, para pengawas daerah diperkaya pemahaman dan keterampilan praktis dalam mengimplementasikan kelima komponen tersebut secara menyeluruh dan berkesinambungan.
Direktur Perumusan Standar dan Mutu Pangan NFA, Yusra Egayanti, mengungkapkan bahwa tantangan pengawasan pangan kini semakin kompleks. “Penjaminan keamanan pangan tidak hanya soal cemaran, tetapi juga bagaimana kita menangkal informasi yang menyesatkan. Ini menuntut pengawas yang tidak hanya cakap teknis, tapi juga adaptif secara sosial dan komunikasi,” terang Yusra.
Penguatan pengawasan pangan juga beriringan dengan program prioritas pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG). Pengawas pangan pusat dan daerah bersinergi dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), guna memastikan keamanan pangan yang dikonsumsi anak-anak sekolah di seluruh Indonesia.
Kegiatan bimbingan teknis juga disiapkan sebagai bagian dari kurikulum Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI), dengan fokus pada edukasi keamanan dan keberagaman pangan dalam pembelajaran siswa di sekolah. Hal ini diharapkan menjadi lompatan strategis dalam membentuk ekosistem pangan yang berkelanjutan.
Kepala SEAFAST IPB, Puspo Edi Giriwono menyatakan dukungan penuhnya terhadap kerja sama ini. “Kami sangat antusias bisa berkontribusi dalam upaya penguatan kompetensi pengawas pangan. Ini adalah bentuk tanggung jawab bersama demi pangan yang lebih aman dan sehat,” ujar Puspo.
Di lain kesempatan, Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi menyampaikan bahwa peningkatan kompetensi pengawas pangan daerah menjadi salah satu kunci dalam membangun sistem pangan nasional yang tangguh dan responsif terhadap tantangan global. “Tenaga pengawas yang profesional dan terlatih akan mampu mendeteksi potensi risiko sejak dini, serta memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pangan yang tersedia aman untuk dikonsumsi,” jelas Arief.
Arief menambahkan bahwa kegiatan ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menciptakan sinergi pusat dan daerah secara nyata. “Kolaborasi seperti ini perlu terus diperluas. Kita ingin membangun rantai pengawasan pangan yang kuat, dari lapangan hingga meja makan. Ini adalah bagian dari upaya besar kita menuju ketahanan pangan yang berkelanjutan,” tutup Arief.