LOMBOK –Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dijaga Perum Bulog saat ini berada pada level yang sangat mencukupi. Untuk itu, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan bijak dalam berbelanja.
"Tadi Bapak Menko Pangan sampaikan, stok beras kita banyak. Hari ini total stok beras di Bulog ada sekitar 3,97 juta ton. Jadi tidak usah khawatir, karena stok beras pemerintah besar," jelas Arief usai membersamai kunjungan kerja Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan ke Desa Kekeri, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (2/8/2025).
Per 1 Agustus 2025, stok beras di Perum Bulog tercatat sebanyak 3,97 juta ton, yang terdiri atas 3,95 juta ton CBP dan 11,9 ribu ton beras komersial. Realisasi penyerapan setara beras dari produksi dalam negeri telah mencapai 2,78 juta ton atau 92,79 persen dari target penyerapan sebesar 3 juta ton.
"Bahkan kami yang di Pulau Jawa, berasnya dikirim salah satunya dari NTB. Jagung untuk peternak unggas di Blitar juga dari Sumbawa. Jadi salam hormat dan saya ingin ucapkan terima kasih kepada semua petani di NTB ini," ucap Arief.
Senada, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto terus bekerja keras menjaga stabilitas harga dan memastikan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani.
"Tidak usah khawatir. Beras kita banyak. (Ada) 1,3 juta ton digelontorkan ke pasar, 360 ribu ton untuk bantuan pangan. Kemudian stok kita di Bulog, aman," kata Menko Zulhas saat meninjau kondisi pangan di Lombok.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan pangan pemerintah terbukti berdampak positif bagi kesejahteraan petani. "Petani-petani gembira karena harga gabah Rp6.500 dan pupuk datang tepat sebelum tanam. Jadi petani bahagia, nilai tukar petani meningkat. Artinya kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Bapak Presiden, sudah sangat tepat membuat rakyat dan kehidupan desa, petani lebih sejahtera," ungkapnya.
Terkait pengawasan mutu beras, Arief menambahkan bahwa pemerintah terus melakukan penertiban terhadap beras yang tidak sesuai mutu dan label. Namun, ia mengingatkan agar pelaku usaha, khususnya ritel modern, tidak melakukan penarikan stok secara sepihak.
"Pemerintah itu mau memastikan bahwa kualitas beras harus sesuai dengan apa yang tertera di kemasan. Jika kemasannya premium, maka isinya harus premium. Untuk beras yang kualitas baik tetap harus dijual ke masyarakat. Namun harganya diturunkan sesuai dengan broken-nya," sebut Arief.
"Tolong harganya disesuaikan, sehingga Badan Pangan Nasional mengimbau, tidak perlu mengosongkan rak. Ini berasnya bagus, cuma broken-nya saja. Bukan kualitasnya yang jelek, hanya pecahnya saja yang lebih, sehingga harganya bisa diturunkan. Semua penggiling padi, semua ritel, semua pasar, tidak boleh kekurangan berasnya," tambahnya.
Data Panel Harga Pangan NFA menunjukkan bahwa per 1 Agustus, rata-rata harga beras premium secara nasional masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), namun mulai menunjukkan tren penurunan. Di Zona 1, harga turun dari Rp15.497 menjadi Rp15.486 per kilogram (kg); di Zona 2 dari Rp16.591 menjadi Rp16.590 per kg; dan di Zona 3 dari Rp18.390 menjadi Rp18.298 per kg.
Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi beras secara bulanan pada Juli 2025 mencapai 1,35 persen—yang tertinggi sepanjang tahun berjalan. Beras juga tercatat sebagai penyumbang inflasi pangan tahunan yang mencapai 3,82 persen di bulan yang sama.
Menanggapi hal itu, Arief menyebut bahwa dinamika harga dan mutu beras terus menjadi perhatian utama pemerintah. Salah satunya dengan melakukan evaluasi terhadap kebijakan harga dan klasifikasi mutu beras nasional.
"Untuk pengawasan di lapangan tentu bersama Satgas Pangan Polri, baik pusat maupun daerah. Dan hari ini Badan Pangan Nasional sedang ditugaskan oleh Kemenko Pangan untuk memformulasi ulang, melihat lagi bagaimana kelas-kelas mutu dan juga harga batas atas beras, sehingga kami menunggu bagaimana nanti keputusannya," ucap Arief.
"Memang tidak bisa terhadap perubahan suatu kebijakan, kemudian langsung dieksekusi tanpa ada periode transisi. Jadi kurang lebih, nanti itu akan in between premium dan medium. Kemudian antara harga di daerah sentra produksi dengan harga di Indonesia Tengah dan Timur, ada pembedaan harga. Itu juga kita harus atur, karena tidak mungkin Indonesia yang luas ini dengan satu harga tanpa ada zonasi." tambah Arief.
Patut diketahui, regulasi yang saat ini sedang dimatangkan antara lain adalah revisi terhadap Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang klasifikasi mutu beras (premium, medium, submedium, dan pecah), serta Peraturan Nomor 5 Tahun 2024 tentang HET beras di berbagai wilayah Indonesia.