• Bisnis

Ini Pentingnya Bangun Sistem Perberasan Berkelanjutan

Eko Budhiarto | Rabu, 30/07/2025 16:01 WIB
Ini Pentingnya Bangun Sistem Perberasan Berkelanjutan Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, dalam Forum on Indonesia Sustainable Rice (FISR) 2025 yang digelar di Solo, Selasa (29/7/2025).(foto:NFA)

SOLO – Ketahanan pangan nasional tidak akan terwujud tanpa ketahanan sektor perberasan. Dengan rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai lebih dari 92 kilogram per kapita per tahun, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menegaskan pentingnya membangun sistem perberasan yang bukan hanya produktif, tetapi juga adil dan berkelanjutan.

Hal ini disampaikan Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, dalam Forum on Indonesia Sustainable Rice (FISR) 2025 yang digelar di Solo, Selasa (29/7/2025). Forum ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan untuk bersama mencari solusi atas tantangan produktivitas dan keberlanjutan sistem perberasan nasional.

“Rata-rata konsumsi beras nasional pada tahun 2024 mencapai 92,1 kilogram per kapita per tahun. Artinya, ketahanan pangan nasional sangat bergantung pada stabilitas sektor perberasan,” ujar Andriko.

Namun di tengah urgensi menjaga kecukupan beras, persoalan lingkungan menjadi perhatian serius. Berdasarkan Climate Transparency Report 2022, sekitar 43% emisi sektor pertanian berasal dari lahan sawah. Hal ini menuntut adanya strategi transformasi yang menyeluruh.

“Arah kebijakan pembangunan nasional harus bergerak ke produktivitas yang berkelanjutan, efisien, adil bagi petani, dan ramah lingkungan,” tegas Andriko.

Head of Cooperation, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Thibaut Portevin mengungkapkan bahwa arah pembangunan pertanian ke depan harus memerhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan.

"Kami percaya pertanian rendah emisi tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga untuk ketahanan pangan dan kesejahteraan petani,” tambahnya

Meningkatnya produksi beras nasional hingga 24,95 juta ton pada periode Januari–Agustus 2025, menurut data BPS, menunjukkan tren positif yang didukung oleh berbagai kebijakan strategis, seperti perbaikan irigasi dan penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Saat ini, HPP Gabah Kering Panen dinaikkan menjadi Rp6.500/kg, sebuah kebijakan yang terbukti mendorong semangat tanam dan meningkatkan pendapatan petani. BULOG diproyeksikan menyerap hingga 3 juta ton setara beras dari produksi dalam negeri, sekaligus menjaga cadangan beras pemerintah sebesar 1,5–2 juta ton.

Tak hanya kebijakan harga, subsidi pupuk juga diperbesar dari 4 juta menjadi 9 juta ton tahun ini, disertai penyederhanaan mekanisme penebusan agar tepat sasaran.

“Negara hadir melalui kebijakan HPP yang adil, subsidi input produksi, serta perluasan akses dan kapasitas petani,” terang Andriko, sembari mengingatkan bahwa lebih dari 90% produksi padi nasional berasal dari petani kecil dengan kepemilikan lahan di bawah 0,8 hektare.

Andriko juga mendorong percepatan modernisasi sistem pertanian melalui adopsi teknologi seperti drone, sensor tanah, citra satelit, dan alsintan presisi. Pendekatan ini bertujuan menekan food loss yang masih mencapai 13,2%, sekaligus mendorong efisiensi dan ketahanan pangan jangka panjang.

Dalam kesempatan itu, Andriko juga menyinggung relevansi pendekatan Panca Usaha Tani yang sudah dikenal sejak era Orde Baru. Lima prinsip dasar – bibit unggul, pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian hama, dan pengairan – dinilai masih menjadi fondasi penting dalam intensifikasi pertanian beras yang ramah lingkungan.

“Saya mengajak seluruh stakeholders untuk memperkuat sinergi. Bersama kita bisa memastikan bahwa sektor perberasan Indonesia tetap produktif, tangguh, dan lestari bagi generasi mendatang, dan forum seperti ini sangat strategis untuk menyatukan langkah, dari lokal hingga global,” tutup Andriko.

Hal ini selaras dengan Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, yang dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa keberlanjutan sektor pangan harus dimulai dari komitmen bersama seluruh pihak, tidak hanya pemerintah, tetapi petani, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat.

Sebagai informasi, FISR 2025 diselenggarakan oleh konsorsium pelaksana Proyek Low Carbon Rice yang terdiri dari Preferred by Nature, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), dengan dukungan dari Uni Eropa melalui SWITCHAsia Grants Programme.