JAKARTA – Serangkaian kecelakaan laut yang memilukan dalam sebulan terakhir telah menjadi alarm keras atas kegagalan sistem keselamatan pelayaran nasional.
demikian disampaikan oleh Ketua Forum Transportasi Maritim Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Hafida Fahmiasari, melalui keterangannya di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
“Insiden-insiden seperti kebakaran KM Barcelona V-A di Minahasa, kapal terbalik di perairan Sipora (Mentawai), tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, bukan sekadar kejadian tunggal, melainkan cerminan dari pola kegagalan sistemik yang telah berlangsung lama,” kata Hafida.
Hafida menyoroti bahwa masalahnya bukan pada kurangnya regulasi, melainkan pada implementasi di lapangan dan akuntabilitas.
"Tragedi seperti ini terus berulang karena sistem tidak belajar, dan tidak ada efek jera bagi pelanggar keselamatan," tegasnya.
"Yang dibutuhkan bukan teknologi mutakhir. Yang kita butuhkan adalah rasa kemanusiaan. Bahwa setiap orang yang naik kapal berhak pulang dengan selamat. Bahwa nyawa tidak boleh menjadi harga yang kita anggap wajar demi konektivitas," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum MTI, Tory Damantoro, menekankan pentingnya sinergi dalam menjaga sistem keselamatan.
"Keselamatan adalah sebuah sistem yang baru akan berhasil jika semua komponen perhubungan laut melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan yang sudah ditetapkan," ujarnya.
Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan, lebih dari 190 kecelakaan laut besar terjadi di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2025, menelan lebih dari 787 korban jiwa.
Pola berulang dalam kasus-kasus ini mencakup kondisi kapal tua, kelebihan muatan, manifes yang tidak akurat, minimnya alat dan oenerapan SOP keselamatan, dan lemahnya pengawasan di titik keberangkatan.
MTI mengidentifikasi beberapa akar masalah utama, termasuk fragmentasi pengawasan antar lembaga (Kemenhub, Syahbandar, operator, pemerintah daerah), ketiadaan inspeksi berbasis risiko untuk kapal penumpang, tidak berfungsinya sistem manifes dan komunikasi darurat secara optimal, serta minimnya penegakan hukum terhadap pelanggaran keselamatan.
MTI mendesak lima langkah prioritas yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pertama, mengaudit teknis menyeluruh terhadap seluruh armada kapal penumpang, terutama kapal tua. Kemudian mendigitalisasi manifes dan pelacakan kapal secara real-time, meningkatan kapasitas dan sertifikasi awak kapal, dan menegakkan sanksi tegas terhadap pelanggaran keselamatan.
Selanjutnya mereformasi tarif dan subsidi agar operator mampu memenuhi standar keselamatan tanpa mengorbankan layanan publik, memastikan kelayakan sarana untuk berlayar.
“Juga membentuk sistem penguatan dan pemeliharaan kapasitas SDM, mengingat banyak regulasi yang belum dilaksanakan,” kata Tory.
"Konektivitas laut yang berkeselamatan adalah instrumen penting untuk merekatkan kesatuan negara kepulauan seperti Indonesia," pungkasnya.