• Info MPR

Ketua Fraksi Golkar MPR: Sebagian Anggaran Pendidikan Masih Salah Sasaran

Agus Mughni Muttaqin | Selasa, 22/07/2025 16:15 WIB
Ketua Fraksi Golkar MPR: Sebagian Anggaran Pendidikan Masih Salah Sasaran Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Melchias Markus Mekeng menjadi narasumber Lokakarya Akademik, Fraksi Partai Golkar MPR RI, yang berlangsung di Bandung Jawa Barat, Selasa (Foto: Humas MPR)

Bandung- Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Melchias Markus Mekeng, mengatakan bahwa wajah pendidikan nasional masih jauh dari harapan, meskipun konstitusi sudah mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Penyebabnya, karena sebagian anggaran pendidikan, belum secara tepat  digunakan untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi. 

Pernyataan itu disampaikan Melchias Markus Mekeng saat menjadi narasumber Lokakarya Akademik, Fraksi Partai Golkar MPR RI, yang berlangsung di Bandung Jawa Barat, Selasa (22/7/2025). Tema yang dibahas dalam lokakarya, itu adalah Merumuskan kembali Anggaran Pendidikan Guna Mewujudkan Amanat Konstitusi Menuju Indonesia Emas 2045. 

Setiap kali melaksanakan tugas Sosialisasi Empat Pilar MPR di dapil, menurut Mekeng, dirinya selalu mendapat keluhan dan pertanyaan dari siswa siswi SLTA di Nusa Tenggara Timur. Mereka mempertanyakan ke mana anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang diamanatkan konstitusi.

Karena di dapilnya di NTT, masih banyak gedung-gedung sekolah yang tidak layak untuk belajar, gaji guru masih memprihatinkan juga sarana prasana sekolah yang masih jauh dari mencukupi. Situasinya nyaris tidak ada beda, saat sebelum ada amanat anggaran pendidikan 20 persen maupun setelah perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 agar APBN menganggarkan 20 persen bagi pendidikan dasar, menengah dan tinggi. 

"Di dapil saya di NTT, dunia pendidikannya masih sangat memprihatinkan. Tidak salah jika siswa siswi SLTA di sana  mempertanyakan haknya atas pendidikan yang layak, seperti saudar-saudaranya yang lebih beruntung. Gedung sekolah yang rusak, sarana prasarana pendidikan yang minim, membuat suasana belajar menjadi kurang menyenangkan dan itu terus menjadi pertanyaan disetiap acara sosialisasi," kata Mekeng.

Padahal, dana sebesar 20% dari APBN dan  APBD, menurut Mekeng  seharusnya cukup untuk menjadikan dunia pendidikan di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T) menjadi lebih baik. Namun harapan itu tak kunjung terpenuhi, karena pemakaiannya tidak fokus, bahkan menyasar kepada kegiatan yang tidak semestinya. 

"Kenyataan di lapangan menunjukkan fakta  berbeda. Berdasarkan data alokasi APBN bidang pendidikan tahun 2025 sebesar Rp297,2 triliun, terlihat bahwa anggaran terbesar justru dialokasikan untuk Pendidikan Kedinasan sebesar Rp104,5 triliun, melampaui alokasi untuk pendidikan formal Rp 91,2 triliun dan program strategis seperti PIP, riset, serta infrastruktur sekolah sebanyak Rp101,5 triliun," ujar Mekeng.

Dari total anggaran pendidikan formal sebesar Rp 91,2 triliun, Kemendikdasmen memperoleh Rp33,5 triliun dan Kemendiktisaintek kebagian Rp57,7 triliun. Anggaran sebesar itu digunakan untuk melayani 62,07 juta siswa/mahasiswa. Itu berarti, rata-rata  peserta pendidikan dasar hingga tinggi memperoleh alokasi anggaran sekitar Rp1,4 juta per peserta didik. 

Sedangkan nggaran pendidikan kedinasan sebesar Rp104,5 triliun pada APBN 2025 diperuntukkan bagi 13.000 mahasiswa. Artinya, rata-rata anggaran per mahasiswa kedinasan mencapai lebih dari Rp8 miliar. Fakta tersebut membuktikan bahwa pemerintah memberi prioritas pada pendidikan kedinasan, dibanding pendidikan formal. Padahal, pendidikan kedinasan tidak seharusnya memakai anggaran 20% yang berasal dari APBN dan APBD.

"Ketimpangan ini perlu dikaji ulang agar kebijakan anggaran lebih proporsional, mampu menjawab tantangan nyata seperti tingginya angka anak tidak sekolah dan kesenjangan akses pendidikan di daerah tertinggal bisa teratasi," ujar Mekeng.

Melihat  kondisi tersebut, kata Mekeng Fraksi Partai Gilkar MPR terketuk untuk mengadakan pemantauan dan pengawasan  terhadap penggunaan anggaran pendidikan nasional, guna memastikan bahwa pendidikan dasar menengah dan tinggi berkembang sesuai harapan.