• Bisnis

Menko Pangan Harap Kopdes Merah Putih Antisipasi Beras Oplosan

M. Habib Saifullah | Jum'at, 18/07/2025 11:45 WIB
Menko Pangan Harap Kopdes Merah Putih Antisipasi Beras Oplosan Menko Pangan Zulkifli Hasan (Foto: Dok.ANTARA)

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, persoalan beras oplosan diharapkan bisa dicegah melalui Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes) atau Koperasi Kelurahan (Kopkel) Merah Putih.

"Kita akan mencoba menyelesaikan secara permanen, kita membangun infrastruktur yang permanen, dengan apa? Koperasi Desa,” kata Zulkifli Hasan dikutip dari ANTARA, Jumat (18/7/2025).

Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan mengatakan, kehadiran Kopdes Merah Putih bisa menjadi instrumen yang ama bagi distribusi beras untuk masrakat. Sehingga jika nantinya masuk bantuan maka salah satunya bisa melalui Kopdes Merah Putih.

"Nah, jadi kita akan bangun permanen, memangkas tengkulak-tengkulak, memangkas permainan-permainan itu dengan permanen melalui Kopdes," ujar dia.

Sementara itu, peluncuran program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, yang semula dijadwalkan pada 19 Juli 2025, diundur menjadi 21 Juli 2025 untuk memastikan partisipasi penuh dari berbagai elemen pemerintahan dan masyarakat.

Hingga saat ini, tercatat sekitar 81 ribu Kopdes atau Kopkel Merah Putih sudah terbentuk, dengan 77 ribu di antaranya telah memiliki badan hukum koperasi.

Selain persiapan peluncuran, pemerintah juga sedang melakukan penyempurnaan regulasi agar tidak ada hambatan dalam operasional Kopdes setelah diluncurkan.

Adapun saat ini, sebanyak 103 Kopdes percontohan telah beroperasi dan tersebar di 38 provinsi serta 103 kabupaten.

Diberitakan sebelumnya bahwa dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Satgas Pangan bersama Kementerian Pertanian (Kementan) telah ditemukan setidaknya ada 212 merek beras yang diduga beras oplosan medium dan premium.

Mentan Andi Amran Sulaiman mengatakan, modus pengoplosan ini bukan hanya merugikan konsumen secara kualitas, namun juga menyebabkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp99 triliun per tahun.

"Ini seperti menjual emas 18 karat tapi dibilang 24 karat. Padahal harganya jelas beda. Konsumen kita dirugikan hampir Rp100 triliun," kata Amran dikutip di Jakarta, Senin (14/7/2025).