JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Direktur Digital dan Teknologi Informasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, Arga Mahanana Nugraha pada Selasa, 15 Juli 2025.
Arga Mahanana dicecar penyidik soal proses pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di BRI Tahun 2020-2024 yang berujung korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp744,5 miliar.
"Saksi didalami oleh penyidik terkait proses pengadaan mesin EDC di Bank BRI serta sejauh mana peran mereka dalam proses pengadaan tersebut," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Materi itu turut didalami penyidik kepada saksi lainnya. Di antaranya, Agoes Roediyanto, Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi Tahun 2019-2020; Agus Wijaya Sugiarto, Senior Manager PT NEC Indonesia; Agus Winarno, Direktur PT Sarana Reswara Abadi periode Oktober 2018-Mei 2022.
Kemudian, Alexander Mikail, General Manager/EVP Business Development & Partnership PT Satkomindo Mediyasa; Ana Riswati dan Andimas Muhammad Agaswara, pihak swasta; Andrian Jahjamalik, Direktur Utama PT Mika Informatika Indonesia tahun 2022; Andry Chandra Atmadjaja, Direktur Utama PT Banyupenta Maskom Wijaya.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di BRI tahun 2020-2024.
Kelima tersangka itu adalah Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto; mantan Direktur Digital, Teknologi, Informasi dan Operasi BRI, Indra Utoyo yang kini menjabat Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk.
Kemudian, SEVP Manager Aktiva dan Pengadaan BRI, Dedi Sunardi; Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi, Rudy Suprayudi Kartadidjaja; pihak swasta EL.
KPK menyebut kelima tersangka itu telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp744.540.374.314,00 (Rp744,5 miliar) yang dihitung dengan metode real cost.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.