JAKARTA - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penurunan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dari 32 persen menjadi 19 persen membuat produk ekspor Indonesia lebih kompetitif di pasar global.
Menurutnya, penyesuaian tarif itu merupakan bagian dari langkah kebijakan yang bersifat strategis untuk memperkuat rantai pasok, menarik investasi berbasis nilai tambah, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra dagang yang dihormati.
"Kita tidak sedang memberi karpet merah untuk pihak luar, tetapi justru membuka jalan yang lebih besar bagi produk dan pelaku usaha Indonesia untuk bersaing di pasar global. Ini adalah diplomasi ekonomi dengan visi jangka panjang yang jelas, yang berlandaskan kepentingan nasional," ujar Luhut dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Dalam kesepakatan itu, Indonesia mengambil langkah strategis dengan menyederhanakan tarif terhadap sebagian besar produk impor dari AS. Langkah ini merupakan bagian dari pendekatan timbal balik yang dinilai terukur dan menguntungkan kedua belah pihak.
"Kebijakan ini bukanlah konsesi sepihak, melainkan strategi untuk membuka peluang investasi, mendorong transfer teknologi, dan memperluas akses pasar ekspor Indonesia secara lebih kompetitif," ujar Luhut.
DEN juga telah melakukan simulasi ekonomi dengan dua skenario utama, yakni dengan tarif 32 persen dan 19 persen.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario kedua memberikan dampak ekonomi yang jauh lebih positif.
Produk domestik bruto (PDB) diprediksi naik sebesar 0,5 persen, didorong oleh peningkatan investasi dan konsumsi.
Penyerapan tenaga kerja tumbuh sebesar 1,3 persen, sementara kesejahteraan masyarakat meningkat sebesar 0,6 persen.
Simulasi juga memperkirakan lonjakan investasi hingga 1,6 persen, yang menunjukkan potensi relokasi industri global ke Indonesia, terutama di sektor-sektor padat karya seperti tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, serta perikanan.
"Indonesia menjadi negara dengan tambahan tarif AS paling rendah dibandingkan negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS dan juga diantara negara ASEAN lainnya. Ini tentunya memberikan kesempatan yang besar bagi Indonesia," kata Luhut.
Penurunan tarif itu pun dianggap membuka peluang besar bagi industri padat karya di Indonesia seperti tekstil dan produk tekstil, alas kaki, serta furnitur untuk memperluas akses pasar di AS dengan hambatan biaya yang lebih rendah.
Selain mendorong ekspor, kebijakan itu juga disebut berpotensi menarik minat investor asing untuk merelokasi industrinya ke Indonesia, demi memanfaatkan keunggulan tarif dalam mengakses pasar AS.
DEN juga melihat kesepakatan ini sebagai pijakan penting untuk mempercepat agenda deregulasi dan menurunkan biaya logistik serta produksi di dalam negeri (high cost economy).
Dengan demikian, bukan hanya ekspor yang terdorong, tetapi juga daya saing ekonomi nasional secara menyeluruh.
"DEN percaya bahwa arah kebijakan ekonomi nasional yang tepat dan berbasis data akan menjadi kunci dalam mengakselerasi pertumbuhan inklusif dan berdaya saing di era global," ujar Luhut.