• News

Bangun Kawasan Transmigrasi di Malut, Kementrans Beri Bantuan Rp35 Miliar

M. Habib Saifullah | Kamis, 17/07/2025 10:05 WIB
Bangun Kawasan Transmigrasi di Malut, Kementrans Beri Bantuan Rp35 Miliar Wakil Menteri Transmigrasi (Wamentrans) Viva Yoga Mauladi (Foto: Humas Kementrans)

JAKARTA - Kementerian Transmigrasi (Kementrans) memberikan bantuan sebesar Rp35 miliar untuk tujuh daerah di Provinsi Maluku Utara, yang bertujuan untuk menjaga integras nasional dengan mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kedaulatan pangan.

Tujuh wialayah tersebut ialah Kabupaten Pulau Morotai, Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula, Halmahera Utara serta Kota Tidore Kepulauan.

"Bantuan yang diberikan kita harap dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan masyarakat, dan potensi unggulan daerah," kata Wamentrans Viva Yoga Mauladi dalam keterangannya, diterima Katakini, pada Kamis (17/7/2025).

Adapun jumlah rincian bantuan tersebut adalah, Pulau Morotai sebesar Rp8,647.020.000, Halmahera Timur Rp2,594.000.000, Halmahera Selatan Rp4.587.020.000, Halmahera Tengah Rp 11. 829.005.000, Halmahera Utara Rp 4.911.020.000, Kepulauan Sula Rp 1,297.020.000, dan Kota Tidore Kepulauan sebesar Rp 1.457.020.000.

Viva Yoga menegaskan agar program transmigrasi diakselerasi pemerintah daerah guna mencipatkan kawasan perekonomian di daerah masing-masing.

"Kementerian Transmigrasi menetapkan kawasan yang ada tak berfokus pada sentra tanaman pangan namun juga komoditas lain yang juga dapat meningkatkan perekonomian," ujar dia.

Komoditas lain itu seperti pala, cengkeh, kakao, kelapa, dan rempah-rempah. “Ini merupakan produk ungulan yang sangat luar biasa dan bertaraf internasional,” ujar Viva Yoga.

Komoditas tersebut berpotensi diekspor dari Maluku Utara. Untuk menunjang potensi ekspor maka perlu dibentuk lembaga ekonomi dan bisnis yang mengelola semua proses, dari hulu ke hilir. Wilayah Oba, Weda, dan Wasile perlu didorong menjadi zona industri transmigrasi terintegrasi berbasis agro-maritim.

Diingatkan bahwa Maluku Utara pada Abad XV dan XVI merupakan pusat perdagangan rempah-rempah dunia. Bangsa-bangsa Eropa datang dan berebut untuk menguasai Ternate dan Tidore agar dapat memonopoli rempah-rempah.

“Bukti dari massifnya kedatangan bangsa-bangsa di Eropa ke Maluku Utara adalah banyaknya peninggalan benteng-benteng pertahanan mereka,” kata Viva Yoga.

“Dulu merupakan jalur rempah dunia yang hari ini bersalin rupa menjadi koridor ekonomi biru, hijau, dan industri,” tambahnya. Koridor ini disebut sangat tepat karena dari segi geografi, budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat sangat mendukung.

Sebagai provinsi yang berbatasan dengan Filipina dan Samudera Pasifik, Maluku Utara bukan wilayah biasa. Provinsi ini mampu menjadi simpul strategis kawasan Indonesia bagian timur. Untuk mencapai hal yang demikian maka perlu strategi untuk membuka wilayah terluar menjadi kawasan bernilai tambah serta menyeimbangkan pusat dan pinggiran. “Maluku Utara merupakan episentrum baru ekonomi di timur”, tegasnya