• Bisnis

Tindakan Tegas Kasus Beras Oplosan Untuk Lindungi Konsumen

Eko Budhiarto | Selasa, 15/07/2025 23:30 WIB
Tindakan Tegas Kasus Beras Oplosan Untuk Lindungi Konsumen Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi

 

JAKARTA – Pemerintah saat ini tengah membenahi perberasan nasional dengan mendorong produsen beras, terutama beras premium, agar dapat memperhatikan secara serius terhadap kualitas dan mutu berasnya sesuai label yang diberikan. Upaya penertiban ini dilakukan semata-mata guna melindungi masyarakat sebagai konsumen.

Terkait itu, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyatakan, bahwa langkah tegas pemerintah harus diterapkan untuk perbaikan tata niaga perberasan. Menurutnya, tenggat waktu selama 2 minggu telah diberikan agar produsen beras dapat melakukan evaluasi dan perbaikan.

"Sekarang pemerintah mau menertibkan. Kalau beras kemasan 5 kilo, isinya jangan 4,8 kilo. Tidak boleh. Untuk itu, 2 minggu yang lalu Bapak Menteri Pertanian mengundang Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan Polri, dan Kejaksaan terkait temuan lebih dari 200 merek beras premium yang tidak sesuai," jawab Arief dalam wawancara cegat di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta pada Selasa (15/7/2025).

"Penindakan ini untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen. Nanti silahkan membuktikan temuan pemerintah ini, kan setiap perusahaan punya QC (Quality Control). Apalagi sudah diberi waktu 2 minggu untuk perbaikan. Ini untuk memperbaiki sistem, supaya juga jangan konsumen dapat beras yang tidak sesuai labelnya," kata Arief.

Arief mengatakan pemerintah telah menetapkan persyaratan mutu dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Harapannya para pelaku usaha dapat mengimplementasikan ketetapan tersebut. Salah satu indikator pembeda antara beras medium dan premium adalah butir patah atau broken.

"Standar mutu beras sudah ada di Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Kemudian jenisnya apa saja dan HET juga. Kalau HET beras premium itu Rp 14.900 per kilo (Zona 1). Broken-nya maksimal 15 persen. Kalau kita ikut standar internasional, lebih ketat lagi, karena beras premium di luar negeri bisa maksimal di level 5 persen," ungkap Arief.

"Salah satu perbedaan beras premium dan medium itu ada di broken, di pecahannya. Pencampuran yang biasa dilakukan, itu maksudnya kan ada beras kepala atau beras utuh. Lalu ada pula beras pecah. Nah karena beras premium maksimal broken-nya 15 persen, beras kepala dan beras pecah tadi dicampur, sampai maksimal 15 persen," beber Arief.

Dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023, yang dimaksud beras kepala adalah butir beras dengan ukuran lebih besar dari 0,8 sampai 1 butir beras utuh. Sementara, beras patah adalah butir beras yang berukuran lebih besar dari 0,2 sampai lebih kecil 0,8 dari butir beras utuh.

Adapun kelas mutu beras premium yang telah ditetapkan antara lain memiliki butir patah maksimal 15 persen, kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, butir gabah dan benda lain harus nihil.

"Apapun alasannya, kalau di packaging dilabeli beras premium, maksimal broken-nya harus 15 persen. Kadar airnya maksimal 14 persen, karena kalau konsumen dapat beras yang kadar airnya di atas 14 persen, itu nanti beras bisa cepat basi, karena berasnya terlalu basah," pinta Arief.

Menanggapi isu beredarnya beras oplosan di masyarakat, Arief menegaskan pentingnya transparansi, khususnya terkait pencampuran beras yang dapat menyesatkan konsumen. Ia menegaskan, yang perlu menjadi perhatian adalah jangan sampai mencampurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), yang dijual dengan harga sesuai HET beras medium, lalu menjualnya dengan harga mendekati HET beras premium.

“Misalnya, beras SPHP dengan harga Rp 12.500 per kilo (Zona 1), kemudian dicampur dengan beras lain dan dijual seharga Rp 14.900 per kilo. Praktik seperti ini tidak dibenarkan. Tidak boleh, karena merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan yang berlaku. Ini karena ada subsidi dari negara,” tegas Arief.

Lebih lanjut, kondisi harga beras premium saat ini dalam pantauan Panel Harga Pangan NFA, per 15 Juli, rerata harga beras premium di Zona 1 berada di Rp 15.390 per kilogram (kg) atau 3,29 persen lebih dari HET. Sementara di Zona 2 berada di Rp 16.465 per kg atau 6,92 persen di atas HET dan Zona 3 di Rp 18.177 per kg atau 15,04 persen melampaui HET.