• Sport

Legenda Real Madrid Pernah Jadi Korban Penculikan Remaja di Venezuela

Vaza Diva | Sabtu, 21/06/2025 19:01 WIB
Legenda Real Madrid Pernah Jadi Korban Penculikan Remaja di Venezuela Ilustrasi - legenda Real Madrid, Alfredo Di Stefano bermain catur bersama penculiknya (Foto: Wikimedia)

Jakarta, Katakini.com - Nama besar Alfredo Di Stefano begitu melekat dalam sejarah Real Madrid, namun ada satu kisah tak biasa yang mungkin luput dari ingatan banyak orang.

Legenda sepak bola ini ternyata pernah mengalami peristiwa mencengangkan di luar lapangan yang nyaris tak masuk akal.

Pada masa kejayaannya sebagai pemain, Di Stefano pernah menjadi korban penculikan oleh kelompok gerilya di Venezuela ketika Real Madrid sedang menjalani tur pramusim di Amerika Selatan. Yang lebih mencengangkan, otak di balik penculikan tersebut adalah seorang remaja yang masih sangat muda.

Insiden ini terjadi pada Agustus 1963, di tengah rangkaian pertandingan eksibisi klub asal Spanyol itu di Caracas. Saat itu, Di Stefano tengah beristirahat di kamar Hotel Potomac, sebelum tiba-tiba sekelompok pria bersenjata masuk dan membawanya secara paksa.

Peristiwa ini mengejutkan dunia sepak bola, namun kisah lengkap dan motif di balik penculikan itu menjadi salah satu episode paling misterius dan dramatis dalam sejarah olahraga.

Sekelompok pria ini mengaku sebagai polisi anti-narkoba, dan belakangan diketahui anggota kelompok pemberontak bernama FALN atau akronim dari Fuerzas Armadas de Liberación Nacional.

FALN bukan kelompok kriminal biasa. Kelompok ini adalah gerakan sayap kiri yang menentang pemerintahan Presiden Rómulo Betancourt, dan menculik Di Stéfano bukan untuk uang tebusan, tapi demi menarik perhatian dunia internasional terhadap perjuangan politik mereka.

Pemimpin operasi penculikan ini adalah Paul del Río, alias Máximo Canales, seorang aktivis revolusioner yang saat itu baru berusia 19 tahun.

Selama hampir tiga hari, Di Stefano disembunyikan di tempat rahasia. Anehnya, dia tidak disakiti sekalipun. Bahkan, dia diperlakukan cukup baik, diberi makanan, ditemani mengobrol, dan bermain catur bersama penculiknya. Tak lama kemudian, Di Stefano dibebaskan secara damai di dekat Kedutaan Besar Spanyol.

Kabar penculikan itu langsung mengguncang media global. Tapi hebatnya, setelah dibebaskan, Di Stefano tetap tampil dalam pertandingan berikutnya melawan São Paulo. Ketika masuk lapangan, dia disambut sorakan penuh rasa hormat dari ribuan penonton yang tahu persis apa yang baru dialaminya.

FALN memang berhasil mendapat perhatian, tapi juga menuai kecaman karena menyeret dunia sepak bola ke dalam agenda politik. Sementara itu, Di Stefano memilih tidak menyimpan dendam.

Bahkan bertahun-tahun kemudian, dia diundang menghadiri pemutaran film dokumenter yang menceritakan kisah penculikannya, dan dikabarkan menyambut Paul del Río dengan sikap bersahabat.