• Info DPR

Bisa Picu Krisis Hunian, Legislator Tolak Peningkatan Pajak Rumah Tapak

Aliyudin Sofyan | Senin, 16/06/2025 20:18 WIB
Bisa Picu Krisis Hunian, Legislator Tolak Peningkatan Pajak Rumah Tapak Anggota Komisi V DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri. Foto: dpr

JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri menolakan tegas usulan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, agar mengenakan pajak tinggi untuk rumah tapak di kawasan perkotaan.

Menurut Irine, kebijakan tersebut berpotensi membebani masyarakat serta melemahkan industri properti nasional yang tengah berusaha bangkit pasca-pandemi.

“Pajak tinggi justru menciptakan biaya tinggi bagi pembeli. Akhirnya, penjualan rumah tapak anjlok. Ini memperberat bisnis properti secara keseluruhan dan pastinya semakin banyak masyarakat yang tidak bisa membeli hunian pribadi khususnya keluarga muda serta masyarakat dari kelas menengah” kata Irine dalam keterangannya, Senin (16/6/2025).

Seperti diketahui, Wamen PKP Fahri Hamzah mengusulkan pajak tinggi pada rumah tapak yang ada di perkotaan untuk mendorong masyarakat perkotaan tinggal di hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen. Menurut Fahri, saat ini di perkotaan sudah tidak ada tanah lagi untuk membangun rumah tapak, karenanya perlu dibangun hunian vertikal untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal.

Namun, Fahri mengatakan, Kementerian PKP tidak memiliki otoritas atas pertanahan untuk membangun hunian yang menjadi `jantung` perkotaan. Untuk itu, ia menilai, perlu ada aturan yang mengatur dari sisi suplai, termasuk otoritas pertanahan untuk perumahan.

Terkait hal ini, politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menilai pajak tinggi bagi rumah tapak juga dapat menimbulkan dampak sosial. Sebab menurutnya, harga rumah yang semakin mahal justru membuat masyarakat semakin sulit memiliki hunian pribadi.

“Karena banyak yang tidak bisa beli rumah, akhirnya timbul masalah-masalah psikologis keluarga,” tuturnya.

Alih-alih disinsentif, Irine mendorong pemerintah memberikan insentif untuk memperkuat ekosistem properti dan memperluas akses masyarakat terhadap hunian layak.

“Kami minta Pemerintah tidak menyederhanakan masalah hunian hanya dengan mengandalkan instrumen fiskal yang membebani. Justru yang dibutuhkan adalah insentif, bukan disinsentif,” pungkasnya.