Jakarta, Katakini,com - Haji Wada’, atau yang dikenal juga sebagai Haji Perpisahan, merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Ibadah ini adalah satu-satunya haji yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sepanjang hidup beliau, sekaligus menjadi momen perpisahan terakhir dengan umatnya.
Perjalanan yang berlangsung pada tahun ke-10 Hijriyah ini diikuti lebih dari seratus ribu umat Islam dari berbagai penjuru jazirah Arab, menjadikannya salah satu peristiwa terbesar dalam kehidupan Rasul.
Rasulullah SAW memulai perjalanannya dari Madinah pada akhir Dzulqa’dah dan berihram di Dzul Hulaifah. Beliau mempraktikkan seluruh rukun dan tahapan haji secara langsung, menjadikannya sebagai teladan sempurna bagi umat dalam menjalankan ibadah ini.
Saat di Arafah, Rasulullah menyampaikan khutbah yang kelak dikenang sebagai Khutbah Wada’. Di tengah hamparan padang yang luas dan ribuan jamaah yang menyimak dengan khidmat, Nabi menyampaikan pesan-pesan mendalam yang mencerminkan inti ajaran Islam.
Dalam khutbah itu, Rasulullah menegaskan kesucian nyawa, harta, dan kehormatan manusia. Beliau menyerukan agar umat Islam saling menjaga satu sama lain seperti mereka menjaga kesucian bulan, hari, dan tempat yang agung. Pesan tentang kesetaraan manusia juga disampaikan dengan sangat jelas.
Rasul menegaskan bahwa tidak ada kelebihan orang Arab atas non-Arab, atau sebaliknya, kecuali dalam ketakwaan. Ini adalah pernyataan yang sangat revolusioner untuk zamannya, menegaskan bahwa Islam datang membawa prinsip keadilan dan persamaan tanpa membedakan ras atau status sosial.
Rasulullah juga menghapuskan praktik riba yang telah lama mendarah daging di kalangan masyarakat Arab jahiliyah. Ia menyatakan bahwa seluruh bentuk riba telah dibatalkan, dimulai dari riba yang dimiliki oleh pamannya sendiri.
Dalam khutbah itu pula, Rasul menyampaikan hak-hak perempuan dan pentingnya memperlakukan mereka dengan adil dan penuh kasih sayang. Ia mengingatkan bahwa perempuan adalah amanah dari Allah, dan para suami harus memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana ajaran agama.
Salah satu momen paling mengharukan dalam khutbah itu adalah ketika Rasulullah menanyakan kepada para sahabat apakah beliau telah menyampaikan risalah Allah dengan sempurna.
Ketika para sahabat menjawab dengan penuh keyakinan bahwa beliau telah menyampaikan segala hal dengan benar, Rasul mengangkat tangannya ke langit dan berkata, “Ya Allah, saksikanlah.” Tak lama setelah itu, turunlah wahyu dari Allah dalam Surah Al-Ma’idah ayat 3 yang menandai kesempurnaan agama Islam.
Makna Haji Wada’ tidak hanya sebatas ritual haji semata, melainkan merupakan warisan nilai-nilai luhur yang mencakup keadilan, persaudaraan, hak asasi manusia, dan kesetaraan.
Rasulullah menggunakan momentum ini untuk memastikan bahwa umatnya memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam secara menyeluruh. Dari khutbah yang beliau sampaikan, kita belajar bahwa agama ini bukan hanya soal ibadah pribadi, tapi juga mencakup hubungan sosial, ekonomi, dan kemanusiaan.
Haji Wada’ juga menyiratkan bahwa ajal Rasulullah telah dekat. Dalam khutbah itu, meski tidak secara eksplisit mengucapkan kata perpisahan, banyak sahabat yang menyadari bahwa itu adalah pesan terakhir dari seorang Nabi yang telah menjalankan tugasnya dengan sempurna.
Perjalanan ini menjadi pengingat abadi bahwa hidup adalah amanah, dan setiap manusia akan meninggalkan warisan, entah berupa harta, amal, atau nilai-nilai kehidupan.
Kisah Haji Wada’ tetap relevan sepanjang masa. Ia mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang adil, bijak, dan bertanggung jawab, serta menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang memuliakan martabat manusia dan menyeru pada kedamaian.
Dalam setiap langkah kita, pelajaran dari Haji Wada’ adalah cahaya yang menuntun menuju kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat.