• Oase

Sikap Bijak dalam Islam Saat Menghadapi Pemimpin yang Zalim

Vaza Diva | Minggu, 15/06/2025 14:05 WIB
Sikap Bijak dalam Islam Saat Menghadapi Pemimpin yang Zalim Ilustrasi - pemimpin zalim (Foto: Sindonews)

Jakarta, Katakini.com - Di tengah riuh perdebatan soal kepemimpinan, satu pertanyaan klasik kembali mengemuka: bagaimana Islam memandang pemimpin yang zalim? Apakah umat hanya diam? Ataukah wajib melawan?

Jawabannya tidak sesederhana hitam dan putih. Dalam sejarah dan ajaran Islam, sikap terhadap pemimpin zalim memiliki kedalaman yang menuntut ketelitian, keseimbangan antara keberanian dan kebijaksanaan.

Islam memang sangat menjunjung tinggi keadilan, tapi juga tidak mengabaikan potensi kerusakan yang bisa timbul dari perlawanan yang serampangan.

Dalam Islam, kezaliman bukan hanya tentang korupsi atau kesewenang-wenangan. Tapi juga termasuk mengkhianati amanah rakyat, menindas kelompok lemah, atau memaksakan kebijakan yang bertentangan dengan syariat. Dalam QS. An-Nisa: 58, Allah dengan tegas memerintahkan pemimpin untuk berlaku adil dan menunaikan amanah.

Karena itu, pemimpin yang zalim pada hakikatnya telah menyimpang dari prinsip dasar kenegaraan dalam Islam: keadilan sebagai fondasi kekuasaan.

Islam tidak mengajarkan pasrah terhadap kemungkaran. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis sahih:

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia ubah dengan tangan. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Jika tidak mampu, maka dengan hati, dan itulah selemah-lemahnya iman."
(HR. Muslim)

Hadis ini berlaku pula terhadap kezaliman pemimpin. Namun, ada prinsip lain yang harus diperhatikan: jangan sampai niat memperbaiki justru menimbulkan fitnah yang lebih besar, seperti perang saudara atau kehancuran sosial.

Mayoritas ulama besar, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, memilih jalan sabar dan nasihat, bahkan ketika hidup di bawah rezim yang menindas secara intelektual dan teologis. Imam An-Nawawi dan Ibnu Taimiyah juga menyarankan pendekatan yang mengedepankan maslahat dan menghindari kerusakan besar.

Namun, bukan berarti Islam melarang perlawanan selamanya. Dalam HR. Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

"Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata dari pemimpin kalian, yang kalian punya bukti nyata dari Allah tentang hal itu."

Artinya, jika pemimpin menyeru kepada kekufuran yang terang dan terbukti, serta tersedia kekuatan alternatif yang membawa maslahat lebih besar, maka perlawanan bisa dibenarkan secara syar’i.

Mendiamkan, apalagi membantu pemimpin zalim, juga termasuk dosa. Dalam QS. Hud: 113, Allah memperingatkan:

"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang zalim, yang menyebabkan kamu disentuh api neraka..."

Karena itu, sebagai Muslim, kita tidak boleh mendukung kezaliman, meski dalam bentuk diam atau pembenaran secara moral.

Doa, nasihat, dan jalan tengah

Di masa sekarang, jalan nasihat dan doa tetap menjadi pilihan bijak. Doakan agar pemimpin diberi petunjuk, sembari terus menyuarakan kritik dengan cara yang konstruktif dan santun. Jangan biarkan kezaliman dibiarkan, tapi jangan pula menyalakan api fitnah dengan sembrono.

Islam memandang kezaliman sebagai musuh yang harus dilawan tapi dengan hikmah dan perhitungan matang. Umat Islam diajarkan untuk menolak kezaliman dengan cara yang sesuai syariat: bisa lewat doa, nasihat, kritik terbuka, hingga perlawanan jika syaratnya terpenuhi.

Keywords :


Pemimpin Islam
.
zalim Sikap
.