Jakarta, Katakini.com - Musim dingin tahun 1958 menjadi salah satu periode paling kelam dalam sejarah sepak bola dunia. Sebuah tragedi mengguncang ketika pesawat British European Airways yang mengangkut skuat Manchester United mengalami kecelakaan tragis di Munich, Jerman. Peristiwa itu menewaskan 23 dari total 44 penumpang yang berada di dalam pesawat.
Di antara korban yang gugur, terdapat delapan pemain muda bertalenta yang tengah menapaki kejayaan bersama pelatih legendaris Sir Matt Busby. Kelompok pemain ini dikenal sebagai ‘Busby Babes’, sebuah generasi emas yang sedang bersinar terang di panggung sepak bola Eropa. Namun, harapan dan impian besar mereka mendadak sirna dalam sekejap.
Tragedi Munich tak hanya merenggut nyawa, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi Manchester United dan dunia sepak bola secara keseluruhan. Kejadian itu menjadi simbol duka, sekaligus titik balik perjuangan klub yang kelak bangkit dari reruntuhan demi mengenang mereka yang telah tiada.
Saat itu, Setan Merah baru saja lolos dari laga sengit menghadapi Red Star Belgrade di Yugoslavia. Dalam perjalanan pulang ke Inggris, pesawat mereka dijadwalkan transit di Munich untuk pengisian bahan bakar. Namun cuaca buruk menyelimuti landasan.
Dua kali pesawat mencoba lepas landas dan dua kali pula harus gagal. Ketika akhirnya kapten pesawat mencoba percobaan ketiga, nasib tragis tak terhindarkan. Mesin gagal mencapai kecepatan angkat yang memadai dan pesawat tergelincir, menghantam pagar serta bangunan di ujung landasan, lalu meledak dalam kobaran api.
Duka menyelimuti seluruh Inggris, bahkan dunia. Sejumlah nama seperti Duncan Edwards, Roger Byrne, Tommy Taylor, dan Eddie Colman meninggal dunia akibat insiden ini. Edwards sempat bertahan beberapa hari di rumah sakit Munich sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Sementara itu Sir Matt Busby mengalami luka berat dan sempat berada di ambang kematian, sebelum pulih beberapa minggu kemudian. Bobby Charlton dan Harry Gregg menjadi dua dari sedikit yang selamat dan kelak menjadi simbol kebangkitan klub.
Pasca kejadian, MU seketika lumpuh. Stadion Old Trafford yang biasanya bergemuruh berubah senyap. Namun dari kehancuran itu, semangat baru lahir. Asisten pelatih Jimmy Murphy yang tidak ikut dalam penerbangan karena sedang menangani tim nasional Wales, mengambil alih tanggung jawab membangun tim darurat.
Dengan menggabungkan pemain muda, pinjaman, dan semangat luar biasa, United tetap tampil di ajang domestik dan bahkan mencapai final Piala FA musim itu.
Tragedi ini mengubah wajah Manchester United selamanya. Bukan hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi nilai, budaya, dan identitas klub. Para pemain yang gugur dikenang dalam puisi, lagu, dan setiap 6 Februari, para suporter berkumpul di sudut utara stadion untuk memberi penghormatan dalam hening dan doa.
Sepuluh tahun setelah tragedi itu, Sir Matt Busby membawa Manchester United menjadi juara Eropa pada 1968. Di antara para peraih trofi, berdiri Bobby Charlton yang selamat dari reruntuhan Munich. Gelar itu bukan sekadar kemenangan sepak bola, melainkan penutup babak luka dan penegasan bahwa mimpi yang sempat hancur bisa bangkit kembali.