Jakarta, Katakini.com - Kabar duka kembali melanda dunia aviasi usai pesawat Air India jatuh usai lepas landas dari Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel pada Kamis (12/6/2025).
Pesawat berjenis Boeing 787-8 Dreamliner ini dijadwalkan terbang ke London, namun jatuh ke pemukiman warga, sehingga menewaskan setidaknya 241 penumpang dari 242 lainnya.
Kecelakaan ini menambah daftar panjang insiden mematikn yang melibatkan pesawat Boeing dalam satu dekade terakhir. Adapun untuk seri 787 Dreamliner merupakan kecelakaan fatal pertama sejak pertama kali mengudara pada 2011.
Meski dikenal sebagai salah satu produsen pesawat terbesar dan terkemuka di dunia, Boeing tak luput dari sejumlah kecelakaan sejak 2015 lalu. Hal ini menjadi tantangan nyata, aspek keselamatan dalam dunia penerbangan.
Pesawat jenis Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air jatuh ke Laut Jawa hanya beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Pontianak. Dalam kecelakaan tragis ini, seluruh 62 orang di dalam pesawat—termasuk kru dan penumpang—dinyatakan tewas.
Investigasi mengungkap masalah pada sistem auto-throttle dan kegagalan kru dalam menangani kondisi tersebut, namun insiden ini juga kembali menyoroti usia armada Boeing tipe klasik dan perawatannya.
Pesawat yang membawa 62 orang ini jatuh saat berusaha mendarat di tengah badai di Bandara Rostov-on-Don, Rusia. Cuaca buruk dan pilot fatigue disebut sebagai faktor utama penyebab kecelakaan.
Tragedi ini memperlihatkan betapa meski Boeing dikenal tangguh, keselamatan tetap sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan kesiapan awak.
Insiden terjadi saat pesawat tergelincir dari landasan di Bandara Kozhikode, India, dalam cuaca hujan deras. Pesawat terbelah menjadi dua dan menewaskan 17 orang, termasuk kedua pilot.
Model 737-800 dalam kasus ini kembali menuai sorotan tentang pendekatan landasan pacu yang curam dan risiko pada bandara dengan konfigurasi “tabletop”.
Ini menjadi titik awal keruntuhan kepercayaan pada lini terbaru Boeing: 737 MAX. Pesawat milik Lion Air jatuh ke perairan Karawang hanya 13 menit setelah lepas landas dari Jakarta menuju Pangkal Pinang.
Seluruh 189 penumpang tewas. Investigasi menunjukkan bahwa sistem MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System) secara otomatis menekan hidung pesawat ke bawah berdasarkan sensor yang rusak, tanpa peringatan yang memadai kepada pilot.
Kurang dari lima bulan setelah insiden Lion Air, pesawat 737 MAX lainnya jatuh di Ethiopia, menewaskan 157 orang. Sistem MCAS kembali disebut sebagai penyebab utama.
Dua tragedi serupa dalam waktu berdekatan memaksa otoritas penerbangan global untuk meng-grounded semua pesawat 737 MAX secara total hingga dua tahun ke depan. Reputasi Boeing pun jatuh ke titik terendah, memicu penyelidikan kongres AS dan denda miliaran dolar.
Tragedi terbaru dari varian klasik Boeing terjadi di Korea Selatan, saat pesawat Jeju Air jatuh di tengah perjalanan domestik dari Jeju ke Seoul. Seluruh 179 orang di dalamnya tewas.
Investigasi awal mengarah pada kemungkinan kerusakan struktural pada bagian sayap, yang diperparah oleh cuaca ekstrem. Kejadian ini memunculkan kekhawatiran baru terhadap integritas struktur pesawat generasi 737 NG (Next Generation).
Inilah kecelakaan pertama dalam sejarah yang melibatkan Boeing Dreamliner secara fatal. Pesawat jatuh tak lama setelah lepas landas dari Ahmedabad menuju Frankfurt.
Tercatat 241 penumpang meninggal dunia, menjadikannya salah satu kecelakaan terburuk pascapandemi. Dreamliner sebelumnya dipuji karena efisiensi bahan bakar dan fitur teknologi canggih, namun insiden ini membuka bab baru terkait potensi masalah kelistrikan dan kontrol tekanan kabin yang sedang ditelusuri.