Inong Balee, Pasukan Wanita dari Aceh

M. Habib Saifullah | Kamis, 12/06/2025 11:15 WIB
Inong Balee, Pasukan Wanita dari Aceh Benteng Inong Balee di Aceh (Foto: Wikipedia)

Jakarta, Katakini.com - Provinsi Aceh kembali menjadi trending topik usai kembali munculnya isu sengketa pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut). Empat pulau tersebut ialah Pulau Lipan, Panjang, Mangkir Ketek, dan Mangkir Gadang yang kini berpindah dari Kabupaten Aceh Singkil ke Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.

Pada dasarnya, sengketa kepemilikan pulau yang berlokasi di antara perbatasan Aceh dan Sumatera Utara ini sudah terjadi sejak lama.

Namun lebih dari itu, sebagai daerah paling barat dari Tanah Air, Aceh memiliki sejarah panjang dari mulai masuknya peradaban Islam sampai sejarah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan juga MoU Helsinki pada 2005 silam.

Salah satu yang dikenang dalam benak masyarakat ialah adanya pasukan wanita atau di Aceh, dikenal dengan istilah “Inong Balee”. "Inong Bale" berasal dari bahasa Aceh, Inong berarti “wanita” dan Balee berarti “janda”.

Menghimpun dari berbagai sumber, istilah Inong Balee merujuk pada pasukan militer khusus yang seluruh anggotanya adalah para janda prajurit Aceh yang meninggal di medan perang. Inilah kelompok unik yang memadukan kekuatan, kehilangan, dan keberanian di tengah kondisi kolonial.

Anggota Inong Balee bukan sembarang prajurit, mereka merupakan sosok wanita, banyak yang masih lajang atau berusia belia yang suaminya gugur saat mempertahankan Aceh dari penjajahan Portugis dan Belanda.

Dengan latar belakang duka, mereka bangkit sebagai simbol pertarungan dan penegasan harkat perempuan Aceh.

Kelompok ini dibangun pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah Al‑Mukammil (1589–1604 M) atas gagasan Laksamana Keumalahayati, putri panglima angkatan laut dan pewaris garis keturunan militer Aceh.

Setelah suaminya jatuh di medan perang, dia mengambil alih komando dan membentuk pasukan ini, sebagai bentuk empati sekaligus strategi militer.

Keumalahayati adalah sosok yang luar biasa, terdidik di Mahad Baitul Maqdis dan dilatih instruktur perang dari Turki, ia diangkat menjadi laksamana pertama wanita di dunia. Di bawah kepemimpinannya, Inong Balee tumbuh menjadi armada tangguh yang ditakuti oleh Belanda dan Portugis.

Kekuatan Militer & Armadanya

Inong Balee dilengkapi dengan armada besar, antara lain 100 kapal perang berkapasitas hingga 400 prajurit per kapal. Kekuatan ini bukan sekadar simbol, mereka aktif dalam operasi tempur di Selat Malaka, pantai timur Sumatera, dan Malaka.

Salah satu momen paling terkenal adalah pertempuran Teluk Haru pada 1599, di mana pasukan ini menghancurkan dua kapal Belanda dan dalam duel legendaris, Keumalahayati berhasil menewaskan Cornelis de Houtman. Bahkan saudaranya, Frederik de Houtman, sempat ditawan—kemudian dijadikan tawanan dan ikut menegosiasi.

Benteng Inong Balee sebagai Warisan

Sebagai pusat pertahanan dan logistik, Benteng Inong Balee didirikan di Bukit Teluk Krueng Raya, Aceh Besar. Kini hanya menyisakan reruntuhan, tapi masih menjulang sebagai saksi bisu ketangguhan pasukan wanita ini.

Tradisi kehadiran prajurit perempuan di Aceh bukan hal baru. Era Kesultanan memberi ruang besar bagi perempuan dalam posisi militer dan sosial, dari pengawal istana hingga panglima perang lainnya seperti Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia.

Inong Balee melengkapi tradisi tersebut, menunjukkan kesetaraan gender di masyarakat Aceh yang berbasis syariat Islam.