Jakarta, Katakini.com - Mesin ketik telah memainkan peran penting dalam sejarah komunikasi dan administrasi di Indonesia. Dari masa kolonial hingga era kemerdekaan, alat ini menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting dan kini menjadi bagian dari warisan budaya bangsa.
Mesin ketik pun kembali menuai sorotan usai kasus dugaan ijazah palsu yang menerpa mantan Presiden Indonesia Joko Widodo baru-baru ini. Pasalnya, muncul tuduhan yang menyebutkan bahwa font dalam skripsi Jokowi menggunakan jenjs yang belum ada di zaman itu.
Namun berdasarkan klarifikasi dari pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan bahwa skripsi Joko Widodo dicetak di percetakan, namun seluruh isi tulisan skripsinya setebal 91 halaman tersebut masih menggunakan mesin ketik.
Namun terlepas dari itu semua tahukah kamu bagaimana sejarah kemunculan mesin ketik dan kapan masuknya ke Indonesia? Simak ulasan berikut ini.
Awal Mula Mesin Ketik di Dunia
Penemuan mesin ketik dimulai pada tahun 1714 oleh Henry Mill, yang memperoleh hak paten untuk sebuah mesin yang menyerupai mesin ketik. Namun, mesin ketik pertama yang dijual secara komersial adalah "Hansen Writing Ball" yang diciptakan oleh Rev.
Rasmus Malling-Hansen pada tahun 1865. Mesin ini mampu memproduksi teks lebih cepat dibandingkan menulis secara manual.
Pada tahun 1868, Christopher Latham Sholes, bersama dengan Samuel Soule dan Carlos Glidden, menciptakan mesin ketik yang dikenal sebagai "Sholes and Glidden Type-Writer" atau "Remington No. 1". Mesin ini menggunakan tata letak keyboard QWERTY yang masih digunakan hingga saat ini.
Masuknya Mesin Ketik ke Indonesia
Mesin ketik mulai masuk ke Indonesia pada masa kolonial Belanda, digunakan oleh administrasi pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta. Salah satu merek terkenal yang digunakan adalah Remington. Mesin ketik ini menjadi alat penting dalam proses dokumentasi dan komunikasi pada masa itu.
Salah satu momen bersejarah yang melibatkan mesin ketik adalah pengetikan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sayuti Melik mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik pinjaman dari Kolonel Kandeler, seorang perwira Angkatan Laut Jerman. Mesin ketik ini digunakan karena mesin ketik yang tersedia di rumah Laksamana Maeda hanya memiliki huruf kanji.
Setelah kemerdekaan, mesin ketik menjadi alat vital dalam dunia pers dan pendidikan di Indonesia. Banyak surat kabar dan majalah menggunakan mesin ketik untuk menulis artikel dan berita. Di dunia pendidikan, mesin ketik digunakan untuk mengetik tugas dan dokumen resmi.