Jakarta, Katakini.com - Dalam tradisi Buddhisme, penampilan para biksu memiliki ciri khas yang unik, yaitu dengan kepala pelontos, yang membuatnya bersih dari rambut.
Melansir dari berbagai sumber, kepla botak dan mengenakan jubah oranye bukan sekadar identitas visual, melainkan simbol mendalam dari prinsip-prinsip spiritual yang mereka anut.
Mencukur rambut hingga botak merupakan praktik yang umum di kalangan biksu Buddha. Tindakan ini melambangkan pelepasan dari keterikatan duniawi dan keinginan akan penampilan fisik.
Dalam riwayat hidup Buddha Gotama, diceritakan bahwa setelah meninggalkan kehidupan istana, beliau memotong rambutnya sebagai simbol komitmen terhadap jalan spiritual.
Praktik ini juga mencerminkan kesederhanaan dan penolakan terhadap kesombongan atau ego yang mungkin timbul dari penampilan fisik. Dengan kepala botak, para biksu menegaskan fokus mereka pada pengembangan batin dan disiplin spiritual.
Sementara jubah berwarna oranye, atau kasaya, yang dikenakan oleh biksu Buddha memiliki makna simbolis yang mendalam.
Warna oranye dipilih karena melambangkan api, yang dalam konteks spiritual mewakili pencerahan dan transformasi. Selain itu, warna ini juga mencerminkan kesederhanaan dan penolakan terhadap kemewahan duniawi.
Dalam tradisi Buddhisme Theravada, terutama di negara-negara seperti Thailand dan Sri Lanka, jubah oranye menjadi identitas khas para biksu.
Warna ini juga berfungsi sebagai pengingat bagi para biksu untuk tetap teguh pada jalan spiritual dan menjauhkan diri dari godaan duniawi.