• Bisnis

Inflasi Rendah CBP Tinggi Jadi Kunci Swasembada Pangan

Eko Budhiarto | Rabu, 30/04/2025 08:13 WIB
Inflasi Rendah CBP Tinggi Jadi Kunci Swasembada Pangan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi bersama Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, Eto Taku, di Kantor NFA, Jakarta pada Selasa (29/4/2025).(foto:NFA)

JAKARTA – Kunci pencapaian swasembada pangan, diantaranya terletak pada rendahnya inflasi dan tingginya Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, menyampaikan inflasi tahunan pada 2024 menjadi inflasi terendah di dalam sejarah, yakni sebesar 1,57 persen.

Sementara itu, ketersediaan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) mencapai 3,1 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah, yang menandai keberhasilan penguatan ketahanan pangan nasional.

Hal tersebut disampaikan Arief, usai menerima kunjungan Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, Eto Taku, di Kantor NFA, Jakarta pada Selasa (29/4/2025).

“Sejak tahun 1958, inflasi Indonesia berada pada titik terbaik, di 1,57 persen. Ini ditopang oleh ketersediaan beras yang juga terbaik dalam sejarah. Hari ini mencapai 3,1 juta ton," ungkap Arief.

Arief mengatakan bahwa peningkatan produksi pangan nasional terus diupayakan selaras dengan peningkatan kesejahteraan petani yang menjadi fokus Presiden Prabowo Subianto.

“Bapak Prabowo sangat concern terhadap kesejahteraan petani. Kita ingin produksi naik, tapi juga petani sejahtera,” tambahnya.

Menurutnya, ketahanan pangan Indonesia harus bertumpu pada kemandirian dan kedaulatan pangan. Tiga pilar utama yang menjadi perhatian adalah ketersediaan (availability), keterjangkauan (affordability), dan kemudahan akses (accessibility). Namun, tujuan utama tetap pada pencapaian swasembada pangan.

Arief menyebut bahwa di tengah naiknya harga beras di sejumlah negara tetangga, Indonesia tetap stabil dengan harga pembelian gabah petani sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg) dan ketersediaan stok yang memadai.

“Dengan kerja keras kementerian teknis dan dukungan berbagai pihak, sampai Mei 2025 kita surplus 1,68 juta ton. Tapi ini harus dijaga. Jika kita tidak mempertahankan luas tanam 6,61 juta hektare, produksi bisa di bawah kebutuhan nasional yang rata-rata 2,5 sampai 2,6 juta ton per bulan,” jelasnya.